Dalam kasus gugatan UU 7/2017 tentang Pemilu pada aspek sistem proporsional terbuka, tidak satu hal yang dapat menjelaskan bahwa itu adanya pelanggaran terhadap konstitusi.
Dijelaskan Manajer Policy Research Populi Center Dimas Ramadhan, UU Pemilu tidak menyebutkan secara eksplisit apakah pemilu harus dilaksanakan secara terbuka atau tertutup. Sehingga, bukan ranah MK untuk memutus sistem pemilu melalui gugatan pada UU 7/2017.
“Perkara ini bersifat open legal policy. Artinya pengaturan soal sistem pemilu diserahkan kepada pembuat UU, yaitu DPR dan Pemerintah,” kata Dimas Ramadhan kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (31/5).
Menurutnya, apapun keputusan yang dikeluarkan MK akan tetap dianggap bermuatan politis. Hal ini wajar, karena peserta pemilu merupakan partai politik dan akan ada yang merasa dirugikan dan diuntungkan.
Meski demikian, terkait sistem terbuka dan tertutup, dalam survei Populi Center mayoritas responden memilih sistem terbuka dibandingkan tertutup.
“Survei Populi Center menunjukkan masyarakat Indonesia cenderung memilih sistem pemilu terbuka yang mencoblos gambar caleg, bukan gambar partai,” tutupnya.
BERITA TERKAIT: