"Tentu saja, Indonesia tidak miliki martabat di mata China, sekaligus Indonesia bersiap dikendalikan China untuk urusan ini," demikian penegasan pengamat politik Dedi Kurnia Syah kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (14/4).
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini mengatakan bahwa China adalah negara besar yang tidak mungkin bisa didikte oleh negara lain kecuali sama besarnya dan memiliki daya tawar kekuatan politik yang setara.
Dalam pandangan Dedi, proyek kereta cepat yang dikerjakan China sesungguhnya adalah jebakan utang. Ia pun meyakini Luhut dan Jokowi memahami hal itu,
"Karena seharusnya mereka mempelajari dulu portofolio China terkait kerjasama sejenis dengan negara lain," katanya.
Menurutnya, Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan lalai melakukan kerjasama dengan China hingga berujung pada membengkaknya utang negara.
"Luhut dan Jokowi terbukti abai dan lalai dalam membangun kemitraan dengan China karena potensial merugikan dengan kerugian besar," katanya.
Sebagai negara kreditur, kata Dedi, rasanya tidak akan punya kekuatan untuk menentukan kebijakan utang China.
"Dan sekarang, Indonesia telah dibawa masuk dalam perangkap itu," demikian Dedi.
BERITA TERKAIT: