Salah satu cara untuk menjaga independensi seleksi adalah terbukanya akses bagi publik untuk mengetahui proses seleksi dan siapa saja yang diseleksi. Sejauh ini tim seleksi sudah menjalankan tugas dan kewenangan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
“Kami meyakini bahwa timsel Bawaslu Jabar yang terpilih memiliki kredibilitas, reputasi, rekam jejak yang baik serta dapat menjunjung tinggi nilai independensi dan integritas, memahami kepemiluan, penegakan hukum sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU Pemilu,†ujar Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati, dalam keterangannya, Minggu (9/4).
Oleh karena itu, Neni mendorong Timsel Bawaslu Jabar untuk membuka nama-nama yang masuk dalam tahap pendaftaran awal calon anggota Bawaslu Jabar. Hal ini dilakukan agar publik dapat mengetahui latar belakang pendaftar calon anggota Bawaslu Jabar dari awal dengan membuka Daftar Riwayat Hidup (curriculum vitae/CV) calon.
Hal ini, lanjut Neni, dilakukan agar publik dapat melakukan pencermatan terhadap nama-nama calon untuk mengajak partisipasi publik dengan ikut memberikan catatan dan masukan. Sekaligus juga memastikan bahwa tidak ada calon yang lolos terafiliasi dengan partai politik.
“Keterbukaan ini perlu diperlukan agar nantinya calon Anggota Bawaslu Jabar memiliki kompetensi dalam kepemiluan dan tidak terikat pada arus kepentingan politik yang akan mempengaruhi independensi lembaga dan integritas pemilu," tuturnya.
Selain itu, Neni juga mendorong tim seleksi mampu menjalankan amanah regulasi Pasal 92 ayat 11 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum. Di mana komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota harus memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
Neni berharap tim seleksi tidak mengartikan frasa “memperhatikan†dalam regulasi undang-undang secara sempit. Karena jika tidak terpenuhi 30 persen keterwakilan perempuan juga tidak ada sanksi yang mengharuskan terpenuhinya hak politik perempuan di penyelenggara pemilu. Sehingga, timsel menilai bahwa hal ini bukan menjadi sebuah keharusan.
“Kehadiran minimal 30 persen perempuan yang jauh lebih substansi dari itu adalah memastikan akses kesetaraan dan keadilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu hingga sampai ke
grassroot serta kompetisi pemilu yang setara. Hal ini harus menjadi internalisasi nyata oleh Timsel Bawaslu Jabar untuk memiliki komitmen kuat dalam mewujudkan pemilu yang inklusif, demokratis, dan adil,†papar Neni.
Neni pun mengajak dan mendorong pelibatan masyarakat sipil lainnya yang ada di Jawa Barat untuk memiliki kepekaan tinggi dan turut serta mencermati serta menganalisis rekam jejak Bawaslu Jabar yang telah mendaftar.
BERITA TERKAIT: