Anggota Koalisi Kawal Pemilu Bersih, Saleh Al Ghifari menyatakan, pihaknya mengendus dugaan pelanggaran kode etik Majelis Hakim PN Jakpus, lantaran menerima seluruhnya gugatan Prima dengan meminta KPU menunda Pemilu Serentak 2024, sekaligus mengulang seluruh tahapan yang berjalan.
“Kami menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku majelis hakim PN Jakpus yang memutus penundaan pemilu melalui sengketa perbutaan melawan hukum gugatan perdata,†ujar Saleh dalam jumpa pers usai pelaporan di Kantor KY, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Senin siang (6/3).
Anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta ini menjelaskan, perkara sengketa proses pemilu seperti yang dilayangkan Primake PN Jakpus, yaitu terkait proses verifikasi administrasi parpol calon pserta Pemilu Serentak 2024, bukan wewenang pengadilan negeri.
“Secara upaya yang bisa ditempuh jika terjadi pelanggaran hukum, (mengenai) dirugikannya hak-hak orang yang terkait dengan administrasi kepemiluan, itu seharusnya diselesaikan di PTUN dan Bawaslu,†sambungnya memaparkan.
Karena itu, Saleh mengatakan bahwa pihaknya berkesimpulan putusan PN Jakpus terhadap perkara nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jut.Pst tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Bahkan, katanya lagi, pengambilan keputusan itu melanggar kode etik dan perilaku hakim yang telah dibuat KY dan MA.
"Hal tersebut kita nilai dari dua poin di peraturan kode etik dan perilaku hakim. Pertama profesionalitas hakim. Kedua, berkaitan dengan hakim harus melandaskan tindakannya dari nilai-nilai hukum dan luhur yang ada di masyarakat," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: