PKB: Pilihan Sistem Pemilu Bukan Urusan MK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Jumat, 30 Desember 2022, 14:57 WIB
PKB: Pilihan Sistem Pemilu Bukan Urusan MK
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin/Net
rmol news logo Upaya untuk merubah sistem pemilu sebagaimana judicial review yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi harus diperhitungkan dampaknya. Dampak  perubahan sistem proporsional ke arah yang tertutup cukup besar bagi implementasi sistem kepemiluan.

Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin lewat keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (30/12).

"Bukan saja mengubah hal-hal teknis tetapi juga mempengaruhi suasana mental kebatinan dan cara kampanye partai politik,” kata Yanuar.

Menurutnya, secara teknis, proporsional tertutup memang lebih memudahkan KPU dalam mempersiapkan pemilu, khususnya yang berkaitan dengan logistik pemilu. Namun harga yang harus dibayar cukup mahal.

Harga mahal yang dimaksud Yanuar adalah konfigurasi internal pencalegan di masing-masing parpol akan berubah. Selain itu, proses pematangan, pendewasaan dan kompetisi para caleg menjadi terhenti. Bukan hanya itu, pendapat Yanuar, dampak sistem proporsional tertutup mengakibatkan perilaku politik para politisi akan berubah menjadi lebih elitis, hubungan caleg dan konstituen akan hancur berantakan.

"Lebih jauh, akan berdampak pada buruknya hubungan anggota legislatif terpilih dengan masyarakat di daerah pemilihannya,” imbuhnya.

Yanuar menekankan bahwa, harus diingat bahwa sistem proporsional terbuka adalah juga putusan Mahkamah Konstitusi menjelang pemilu 2009.

"Jika nanti MK mengabulkan gugatan judicial review ke arah proporsional tertutup, hal ini akan menjadi aneh. MK berarti punya standard ganda tentang tafsir konstitusi terkait sistem pemilu,” ujarnya.

"Dan apakah soal sistem pemilu, proporsional terbuka atau tertutup, menjadi layak dihadapkan dengan konstitusi? Bukankah soal ini lebih merupakan dinamika kontemporer dan perkembangan sosiologis di lapangan, dan bukan soal konstitusionalitas? Apakah konstitusi secara rigid mengatur sistem pemilu tertentu?” tanyanya.

Legislator dari Fraksi PKB ini menambahkan bahwa perubahan sistem pemilu, semestinya cukup menjadi domain pembentuk undang-undang, yaitu pemerintah dan DPR.

"Bila MK terlibat lebih jauh soal ini, berarti MK bukan lagi menggunakan pendekatan konstitutif, tetapi malah terjebak dalam pendekatan aktual lapangan yang semestinya menjadi ranah pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang,” katanya.

Dia menambahkan, jika suatu sistem pemilu tertentu yang dianut berakibat munculnya hal-hal buruk, seperti pragmatisme, biaya mahal, persaingan tidak sehat antar caleg, bukanlah persoalan konstitusionalitas.

Dalam pandangan Yanuar, persoalan seperti politik yang dan biaya mahal bisa dipecahkan dengan merevisi undang-undang sebagai prosedur legislatif.

"(Perubahan di DPR) yang paling masuk akal. Sepanjang pemerintah dan DPR bersepakat untuk merubahnya, maka hal itu tentu tidak sulit dilakukan,” katanya.

Yanuar juga mengingatkan KPU agar lebih hati-hati dalam berkomunikasi terhadap publik. Kata Yanuar, jika belum menjadi keputusan, maka sebaiknya tahan diri dulu untuk beropini.

"Melampaui ketentuan undang-undang yang masih berlaku,” demikian Yanuar.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA