Siaga 98 Anggap Kritik Luhut dan Mahfud MD Soal OTT Ditujukan ke KPK Masa Lalu

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 21 Desember 2022, 19:09 WIB
Siaga 98 Anggap Kritik Luhut dan Mahfud MD Soal OTT Ditujukan ke KPK Masa Lalu
Gedung Merah Putih KPK/Net
rmol news logo Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK menuai reaksi publik.

Terlebih, pernyataan Luhut yang meminta agar KPK tidak sering melakukan OTT karena membuat citra Indonesia menjadi buruk, justru didukung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 98 (Siaga 98), Hasanuddin menilai bahwa pernyataan kedua Menko tersebut sangat disayangkan. Pasalnya, kata Hasanuddin, digitalisasi dalam satu sistem pencegahan korupsi tidak bisa disamakan dengan penindakan perkara korupsi. Terlebih ditujukan kepada kerja penindakan yang dilakukan oleh KPK terhadap koruptor

“Sebab pencegahan dan penindakan adalah satu kesatuan dalam penyelesaian keadaan korup di Indonesia," kata Hasanuddin dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (21/12).

Sejatinya, kata Hasanuddin, Kemenko Polhukam dan Kemenko Marves seharusnya mampu maksimal dalam melakukan koordinasi dengan lembaga eksekutif pemerintahan dalam rangka pencegahan korupsi.

Karena menurut Hasanuddin, korupsi di Indonesia massif dan terstruktur, sehingga tidak hanya KPK yang diharapkan dapat menjalankan dua tugas sekaligus yaitu pencegahan dan penindakan, tetapi juga dibutuhkan political will pemerintah.

"Sejatinya tugas pencegahan ini menjadi tugas pokoknya Menko Polhukam dan Menko Investasi, setidaknya pada ruang lingkup kementeriannya, dan bukan malah 'menyerang' KPK dengan dalil pencegahan, sebab penindakan adalah tugas pokok (primair) KPK, sementara pencegahan adalah tugas pelengkap (subsidair) dalam pemberantasan korupsi sebagaimana maksud didirikannya KPK," jelas Hasanuddin.

Hasanuddin pun menjelaskan, bahwa KPK saat ini sudah tidak lagi menggunakan istilah OTT, melainkan kegiatan tangkap tangan. Maka menurut Hasanuddin, pernyataan kedua Menko tersebut sesungguhnya kritik pada masa lalu yang sering melakukan OTT.
 
"Istilah 'operasi' terkesan direncanakan dan 'politis' pada pihak-pihak tertentu dalam Tangkap Tangan. Jadi wajar saja Novel Baswedan, mantan penyidik KPK bereaksi atas hal ini dengan menyatakan 'Semoga tidak banyak pejabat yang tidak paham tentang pentingnya pemberantasan korupsi. Atau jangan-jangan dianggap tidak penting?' di Akun Twitternya, 20 Desember 2022," terang Hasanuddin.

Sementara itu, tangkap tangan kata Hasanuddin, adalah salah satu upaya penindakan karena peristiwa pidananya diketahui sedang berlangsung, oleh sebab itu Tangkap Tangan (TT) tak bisa dihindari, dalam hal KPK mengetahui adanya peristiwa tersebut.
 
"Kami berharap LBP dan Mahfud MD mengecam koruptor yang melakukan perbuatan tersebut, bukan sebaliknya mengecam Tangkap Tangan KPK. Sebab cara pandang LBP dan Mahfud MD, sama halnya 'menyalahkan sapu yang membersihkan sampah menggunung, sementara sampahnya koruptornya dibiarkan'," pungkas Hasanuddin. rmol news logo article


EDITOR: IDHAM ANHARI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA