"Tentu sulit dipahami kepergian seorang menteri tanpa sepengetahuan Presiden. Sebagai pembantu Presiden sepatutnya seorang menteri meminta izin kepada Presiden," kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M. Jamiluddin Ritonga, Sabtu (17/7).
Integritas dan loyalitas menteri tersebut tentu dipertanyakan manakala negaranya dalam situasi krisis tapi tetap keluar negeri. Apalagi di negara tujuan para menteri tersebut masih sempat berfoto layaknya seorang pelancong.
Jadi, dalam situasi krisis, seorang menteri harus memiliki
sense of crisis. Kalau ini dimiliki setiap menteri, maka tanpa diminta kementeriannya akan dikerahkan sepenuhnya untuk menangani pandemi Covid-19. Para menteri seharusnya bahu-membahu membantu Presiden dalam mengatasi pandemi Covid-19.
"Menteri seperti itu sudah tidak layak dipertahankan. Mereka sudah sulit dijadikan tim untuk menangani Covid-19," terang Jamiluddin kepada
Kantor Berita Politik RMOL.
Karena itu, sudah selayaknya Presiden mengevaluasi semua menterinya yang tidak punya
sense of crisis, loyalitas, dan integritas, secepat mungkin direshuffle. Sebab, sangat sulit krisis akibat pandemi Covid-19 dapat diatasi bila Jokowi dikelilingi menteri seperti itu.
Jokowi harus berani dan tegas dalam melakukan reshuffle. Siapa pun menterinya dan dari partai mana pun, bika memang sudah tidak layak seharusnya di reshuffle.
Kalau tidak, Jokowi akan terus kecewa akan kinerja para menterinya. Kekecewaannya akan semakin dalam karena sebagian menteri yang ada sekarang tidak cukup mumpuni untuk mengatasi krisis saat ini.
"Jadi, Jokowi harus melakukan reshuffle kabinet secepatnya. Hanya melalui reshuffle, kabinet Jokowi masih berpeluang mengatasi pandemi Covid-19," demikian Jamiluddin Ritonga.
Belakangan, publik diributkan dengan perjalanan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Menteri Perdagangan M. Lutfi ke Amerika Serikat.
Keduanya menjadi pembicaraan publik setelah berfoto bersama di ruang publik tanpa memakai masker.
BERITA TERKAIT: