Salah satunya, dengan mendorong jajarannya di daerah, seperti Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dalam membangun zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji mengapresiasi positif langkah Kejaksaan Agung dalam menerapkan zona integritas di lingkungan Kejaksaan.
Menurutnya, hal itu merupakan langkah yang efektif dalam mencegah terjadinya praktek korupsi, sekaligus momentum dalam menjalankan reformasi birokrasi di tubuh korps Adhyaksa tersebut.
“Reformasi Birokrasi Kejaksaan Agung yang dilakukan dengan menerapkan Zona WBK dan WBBM merupakan langkah yang efektif dan edukatif bagi dimensi Pencegahan Pemebranataaan Korupsiu,†ujar Indriyanto Seno Adji, kepada wartawan, Senin (22/6).
Indriyanto menilai, dimensi pencegahan adalah pola primer yang berhasil dalam pemberantasan korupsi.
“Ini harus dilakukan dengan perbaikan pendidikan moral etika penegakan hukum yang baik sebagai salah satu cara menempatkan sisi kepercayaan publik kepada Kejaksaan,†katanya.
Bagi dia, pola berbasis pencegahan sebagai konsep efektif WBK dan WBBM di lingkungan Kejaksaan ini hanya bisa direalisasikan dengan cara dan metode
up down sebagai sistem panutan pimpinan keteladanan.
“Sehingga bisa menghilangkan kesan penerapan zona ini adalah tidak formalitas birokratis kelembagaan, tetapi memiliki dampak positif yang signifikan bagi publik atas pemberantasan korupsi,†ungkapnya.
Senada dengan Indriyanto, pakar hukum tata negara Universitas Parahayangan, Asep Warlan Yusuf menyatakan, deklarasi adanya WBK dan WBBM harus segera diterapkan.
“Langkah berikutnya adalah komitmen ke perilaku. Misalnya, apabila melihat ada korupsi laporkan ke nomor sekian-sekian langsung bebas pulsa, itu berarti ada sebuah tindakan dari kepemimpinan di sana (Kejagung) memastikan jika ada orang berbuat macam-macam, laporkan dengan sebuah informasi,†kata Asep.
Asep melanjutkan, dari laporan tersebut harus ditelusuri, tidak boleh diabaikan atau dibiarkan saja. Para penegak hukum yang melanggar harus diberikan sanksi hukuman yang tegas.
“Memastikan laporan itu untuk ditindak lanjuti, tidak diabaiakan, tidak dibiarkan dan ada konsekuensi kalau tindakan yang benar maka ada tindakan hukum yang tegas terhadap perilakunya,†ungkapnya.
Dengan komitmen Kejaksaan Agung yang kuat, Asep berpendapat kepercayaan masyarakat otomatis akan meningkat.
Berdasarkan survei Indikator Politik, 74,1 persen publik percaya dengan kinerja Kejagung yang saat ini dipimpin Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Kepercayaan pada Kejaksaan Agung ini tak jauh beda dengan kepercayaan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan angka 74,7 persen.
“Ini tantangan bagi Kejagung, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan Agung bahwa ia harus sama atau bahkan lebih tinggi dari KPK," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: