Namun, pemerintah melalui Jurubicara Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, membantah hal tersebut. Meskipun, di satu sisi dia mengakui mengenai pelonggaran-pelonggaran yang diimplementasi melalui sejumlah kebijakan.
Hal inilah yang turut dicermati oleh Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies (CPPS), Bambang Istianto.
"Akibat kebijakan yang tidak konsisten, pemerintah dilema menjalankan antara kepentingan kesehatan dan ekonomi. Ini menjadi pilihan sulit bagi pemerintah," ujar Bambang saat dihubungi
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (21/5).
Dari kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah, Bambang menilai skala prioritas pemerintah makin terlihat jelas. Yakni mendahulukan ekonomi ketimbang kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Hal itu, terang Bambang, dikarenakan kondisi perekonomian negara yang belum begitu mumpuni. Alhasil, kebijakan yang ditimbulkan menjadi tidak karuan, alias tumpang tindih.
"Pendekatan skala prioritas yang lebih condong pertimbangan ekonomi dalam penanganan Covid-19, ini sering kali di lapangan menimbulkan tumpang tindih kebijakan. Sehingga pelaksanaan PSBB belum maksimal hasilnya," beber peraih S2 Ilmu Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini.
Selain itu, permasalahan lain yang juga ditunjukkan pemerintah adalah pola komunikasi yang kurang tepat. Contohnya, kata Bambang, pernyatan Presiden Joko Widodo yang mengajak masyarakat untuk hidup berdampingan dan berdamai dengan virus corona.
"Ini menurunkan semangat para petugas kesehatan yang berada di lapangan. Seharusnya konsistensi kebijakan PSBB tetap menjadi pedoman bagi seluruh jajaran pemerintah dari pusat sampai daerah, agar lebih memberikan kepastian kepada masyarakat," tuturnya.
"Kebijakan yang coba-coba, yang kurang didukung oleh pendekatan
scientific, akan lebih merepotkan di kemudian hari," demikian Bambang Istianto.