dan kelas II. Tentu saja putusan ini memancing reaksi keras dari berbagai kalangan.
"Sekarang kita lebih baik fokus ke pandemik. Kita catat saja utang penjelasan apa saja yang perlu disampaikan pemerintah kepada masyarakat," ujar pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, saat dihubungi
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (13/5).
Pria yang karib disapa Hensat ini melanjutkan, jika ingin fair, apabila ada kenaikan iuran BPJS Kesehatan maka harus dibarengi dengan penurunan gaji Direksi.
"Jadi kalau ada pemotongan demi kemaslahatan umat dan demi agar mereka bekerja lebih baik lagi, mustinya nggak masalah. Ada kenaikan ada juga penurunan. Yang turun siapa? Ya gaji Direksi," jelas founder Lembaga Survei KedaiKopi tersebut.
Diketahui, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) 64/2020 tanpa ada pengumuman terlebih dahulu. Soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan berlaku untuk pemegang premi angsuran kelas I dan kelas II tertuang dalam Pasal 34.
"Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP atau pihak lain atas nama peserta. Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP atau pihak lain atas nama peserta," begitu bunyi pasal 34 Perpres 64/2020.
Dalam pasal ini juga diatur mengenai iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III. Di mana nilai angsurannya masih belum naik, masih sebesar Rp 25.500. Tetapi pada 2021, angsuran kelas III ini naik menjadi Rp 35 ribu.
BERITA TERKAIT: