Menurut Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, secara umum Pertamina masih memproduksi produk minyak dari kilang dalam negeri.
"Nah kilang itu masih mengolah
crude yang dibeli kurang lebih 3 bulan lalu, yang harganya masih tinggi. Ditambah lagi masih ada biaya pengolahan
crude menjadi minyak di kilang, plus biaya distribusi ke seluruh negeri," kata Ahmad Khoirul Umam kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (24/4).
Selain itu, kurs dolar yang masih tinggi juga perlu diperhatikan di mana secara rupiah, produk dalam negeri masih cukup tinggi.
Di sisi lain, Ahmad Khoirul Umam membeberkan, belum turunnya harga BBM bukan hanya terjadi pada Pertamina, melainkan saluran pengisian bahan bakar milik swasta di Indonesia.
"Seperti Shell maupun Total dan AKR. Namun demikian, Pertamina tetap akan ikut aturan pemerintah yang mengeluarkan formula penentuan harga jual. Kalau kata pemerintah turun, kita akan ikut turun," urainya.
Namun ia memprediksi, penurunan harga BBM tak akan terjadi dalam waktu dekat mengingat saat ini kondisi Indonesia sedang tidak menguntungkan.
"Masalahnya, pemerintah sekarang sedang terjepit sana-sini, ditambah efek ekonomi pandemik Covid-19. Kalau pemerintah menurunkan harga BBM, beban keuangan negara makin berat, pemerintah sendiri akan mengalami krisis keuangan internal," tegasnya.
"Tapi dalam ranah politik, logika 'turunkan harga BBM di tengah penurunan harga minyak dunia' memang gampang dimunculkan, tapi enggak mudah bagi pengambil kebijakan untuk melakukan," tandasnya.
BERITA TERKAIT: