Menurut Basarah, sejak zaman SBY, sistem politik demokrasi ditampilkan sehingga masyarakat tak mengenal oposisi maupun koalisi. Semuanya bersatu dalam bingkai pemerintahan.
“Praktik demokrasi yang lain sejak zaman SBY. Partai yang tidak mendukung koalisi, dalam praktiknya setelah pemilu selesai itu diajak bergabung," ungkap Basarah di acara diskusi Center of Dialogue and Cooperation among Civilization, Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (30/10).
"Hal yang sama itu juga dilakukan Pak Jokowi, ketika pemilihan, partai Pak Zul ini (PAN), selesai pemilu bergabung, Golkar bergabung, PPP bergabung. Satu hal yang lumrah dalam tradisi politik,†imbuhnya.
Memanasnya masa-masa kampanye membuat masyarakat sempat berkonflik. Namun, usai Pilpres pemerintah menggandeng pihak oposisi membuat seluruh pendukung dari kalangan grassrot bingung dan kecele.
“Situasi ini kadang membuat para pendukung kecele, tapi hikmah politiknya dengan bergabungnya Pak Prabowo pada periode yang lalu, itu memberikan pelajaran bahwa seyogyanya pemilu itu bukan sarana untuk membelah masyarakat. Dia hanya sekadar konstestasi,†paparnya.
Basarah menyarankan agar masyarakat mengambil hikmah dari politik yang telah terjadi sehingga tak ada lagi perpecahan maupun konflik di kalangan masyarakat.
"Saya kira pembelajaran demokrasi yang dapat dipetik adalah untuk memberi pelajaran kepada masy bahwa demokrasi itu bukan permusuhan permanen. Dia sesuatu yang sangat cair," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: