Tolak Revisi UU KPK, Wadah Pegawai Gelar Aksi Simbolik Rantai Manusia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Jumat, 06 September 2019, 09:56 WIB
Tolak Revisi UU KPK, Wadah Pegawai Gelar Aksi Simbolik Rantai Manusia
Aksi simbolik Rantai Manusia/Net
rmol news logo Seluruh pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siang ini akan menggelar aksi simbolik mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR menolak revisi UU KPK dan calon pimpinan KPK bermasalah.

Rencananya, Wadah Pegawai KPK akan membuat rantai manusia sebagai aksi simbolik atas peristiwa bernada serangan bertubi-tubi terhadap lembaga antirasuah.

"Hari ini Jumat jam 14.00 WIB secara simbolik Pegawai KPK akan membuat rantai manusia. Sebagai tanda bahwa KPK tidak boleh dimasuki oleh capim yang tidak berintegritas dan menolak revisi UU KPK," ujar Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap dalam keterangannya, Jumat (6/9).  

Atas dasar itulah, Yudi menilai setelah masyarakat Indonesia kecolongan dengan proses seleksi capim KPK Jilid V yang masih ada nama-nama yang bermaslah diloloskan pansel. Kali ini, seluruh fraksi di DPR setuju Revisi UU KPK.

"Tentu ini merupakan lonceng kematian bagi KPK sekaligus memupus harapan rakyat akan masa depan pemberantasan korupsi," tegas Yudi.

Pihaknya menyesalkan sikap DPR dan pemerintah yang seolah-olah mengedepankan kepentingan yang tidak ada urgensinya sama sekali. Apalagi belakangan KPK justru giat melakukan sejumlah operasi penangkapan dan penyelamatan aset negara.

"Padahal saat ini tidak ada masalah krusial di KPK sehingga harus ada kebutuhan revisi UU KPK. Belum lagi sebelumnya, masalah capim KPK yang tidak berintegritas," kata Yudi.

Yudi menambahkan, pihaknya mencatat sembilan poin mendasar di dalam draft Revisi UU KPK yang mengarah pada lumpuhnya agenda pemberantasan korupsi, yakni independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik dibatasi, dan penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung.

Kemudian, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA