Analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menegaskan, sebagai penyelenggara Pemilu, KPU sudah sepatutnya menjalankan perintah kedua lembaga hukum itu.
"KPU mestinya berpegang teguh saja pada perintah MA dan PTUN. Kita berpegang saja pada hukum yang lebih tinggi," tegasnya kepada wartawan, Selasa (15/1).
Sebelumnya, dalam sidang, Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) menyatakan KPU selaku terlapor, sudah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi Pemilu.
Untuk itu, Bawaslu memerintahkan KPU melakukan perbaikan administrasi dengan mencabut penetapan DCT perseorangan peserta Pemilu anggota DPD tahun 2019 yang sudah melarang OSO untuk nyaleg. Putusan Bawaslu ini sebenarnya sejalan dengan putusan PTUN yang diperkuat dengan putusan MA.
Sementara, selama ini KPU selalu berpegang teguh pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30 pada 23 Juli 2018. Putusan MK itu diambil setelah nama OSO dimasukkan dalam daftar pemilih sementara (DCS).
Bawaslu menilai putusan MK itu memang berlaku untuk Pemilu 2019, yang mana putusan itu melarang pengurus parpol untuk menjadi calon anggota DPD. Namun mereka juga melihat putusan PTUN pada 14 November 2018 lalu juga memiliki kekuatan hukum yang final dan mengikat.
Pangi mengaku melihat adanya fenomena hukum ditaklukkan dengan kehendak kekuasaan. Sehingga putusan yang diambil oleh pihak penyelenggara Pemilu pun demikian serampangan.
"Rusak sistem yang bersusah payah kita bangun. Mestinya hukum tidak boleh tunduk pada kehendak realitas kekuasaan, hukum harus di atas kekuasaan, jangan dibolak-balik, sehingga penegakan hukum dan keadilan kita belakangan nggak punya wibawa dan disorder," pungkasnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: