Ditemui di acara Partai Perindo di Hotel Sahid Surabaya, baru-baru ini, Moch Efendi menyatakan, Madura potensial jangan sampai tertinggal.
Bacaleg DPR Dapil Madura ini menguraikan, pulau seluas kurang lebih 5.168 kilometer atau sekitar 10 persen luas Jawa Timur ini terbagi empat wilayah kabupaten, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Menurutnya, di bawah Pulau Madura itu merupakan ladang migas yang jumlahnya bisa mencapai miliaran kaki kubik. Hal inilah yang menjadikan Madura panas, gersang.
"Di balik kegersangan Pulau Madura ini justru tersimpan potensi yang sangat luar biasa seperti Papua. Bisa jadi pulau di wilayah Jawa Timur ini terdapat kandungan uranium," ujar Efendi.
Di pulau ini juga ada geliat
offshore dan
onshore yang dikelola swasta asing. Namun demiÄ·an, masih banyak kandungan migas di perut pulau ini yang belum digali.
Potensi migas di pulau yang dikenal dengan sebutan Pulau Garam ini diketahui sejak tahun 1990-an. Hamparan migas ini terdapat di berbagai sisi pulau.
Banyaknya sumber migas di wilayah Madura juga sudah mulai banyak ditemukan dan dieksplorasi serta diekspolitasi menghasilkan migas, di antaranya di Kabupaten Bangkalan bagian barat hingga Sumenep di ujung timur.
Dari sektor migas ini Madura menjadi pensuplai kebutuhan gas sebesar 60 persen ke kawasan industri Jawa Timur, di antaranya Surabaya, Gresik dan Sidoarjo.
Gas ke Jawa Timur itu disuplai dari Gas Pegerungan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, dan Gas Blok Maleo I di Perairan Selatan Pulau Giligenting, Kabupaten Sumenep juga.
"Jadi, Madura sebenarnya kaya raya. Tapi sayangnya, kekayaannya harus dibagi untuk 37 kabupaten/kota di Jawa Timur, sehingga Madura tidak bisa kaya dan masih banyak daerahnya yang tertinggal," kata Efendi.
Pria yang semasa mudanya aktif di LSM dan ormas sebelum jadi pengacara ini lalu menjelaskan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 82/Kmk.04/2000 Tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Menurutnya, dalam keputusan menteri tersebut, pada pasal 1 ayat disebutkan bahwa hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penerimaan Negara dan disetor sepenuhnya ke rekening kas negara.
Kemudian pada ayat 2 berbunyi, 10 persen dari hasil penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian penerimaan untuk Pemerintah Pusat.
Dan pada ayat 3 berbunyi, 90 persen dari hasil penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian penerimaan untuk daerah yang dibagi dengan rincian 16,2 persen untuk provinsi bersangkutan; 64,8 persen untuk kabupaten/kota bersangkutan; 9 persen untuk biaya pemungutan yang dibagikan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Daerah.
Ini juga diperkuat dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Pembagian Dan Penggunaan Biaya Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan Di Provinsi Jawa Timur.
Menurutnya, di sini sudah jelas justru pajak pertambangan 70 persen malah masuk ke provinsi. Dan ketimpangan inilah yang ke depan harus diperjuangkan untuk pemerataan pembangunan dan kesejahteraan penduduk Madura.
Efendim menambahkan, dana bagi hasil (DBH) migas yang masuk ke Madura bernilai milyaran rupiah. Sumenep misalnya, pada tahun 2002 menerima DBH migas sebesar Rp 23 miliar. Padahal, tegasnya, pihak Pemkab dengan persetujuan DPRD Sumenep bisa saja mengalokasikan 50 persen dana DBH. Namun hal itu tidak dilakukan.
"ujur, kalau saya lolos ke Senayan, saya akan memperjuangkan hal itu agar Madura yang potensial tidak tertinggal dengan daerah lain," pungkas Efendi.
[wid]
BERITA TERKAIT: