Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi pun angkat bicara menanggapi kabar tersebut.
"Perlu kami jelaskan KPU memang membuat Situng (Sistem Informasi Penghitungan), yang prosesnya adalah meng-
upload scan C-1 (hasil penghitungan suara di TPS), serta hasil rekapitulasi secara berjenjang (di kecamatan, kab/kota, dan provinsi)," tuturnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Minggu (1/7).
"Jadi ini adalah
real count, karena berupa data dari seluruh TPS," tegas Pramono.
Pramono menekankan,
real count ini jelas berbeda dengan
quick count (hitung cepat) yang berbasis sampel.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Situng sendiri memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi informasi atas hasil perolehan suara secara cepat, karena diupayakan selesai dalam waktu 1X24 jam, tergantung jumlah TPS dan kondisi geografis. Kedua, fungsi transparansi.
"Sepanjang punya
HP, laptop, PC dan punya kuota internet, publik bisa mengakses. Jadi tidak perlu menjadi ahli IT untuk menyedot data KPU,
lha wong bisa di-
download setiap saat," terangnya.
Karena publik bisa mengakses, sambung Pramono, maka menjadi peringatan bagi seluruh jajaran KPU (PPS, PPK, KPU Kab/Kota dan KPU Provinsi) agar tidak mengubah-ubah hasil perolehan suara selama proses rekapitulasi secara berjenjang.
Pranomo menegaskan, hasil-hasil Pilkada yang resmi bukan yang ditayangkan di Situng. Namun yang dihitung dan direkap secara manual dan berjenjang di tingkat TPS, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi, yang selalu dihadiri Pengawas Pemilu dan saksi paslon, serta terbuka untuk umum. Hasil rekap manual itu pun, lanjut Pramono, salinannya juga diberikan kepada Pengawas Pemilu dan saksi.
"Jadi ada mekanisme kontrol dalam proses itu," paparnya.
Sebab itulah jika ada upaya meretas situs KPU, terang dia, hal itu tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap perolehan suara masing-masing paslon dalam Pilkada. Karena hasil resmi Pilkada direkap secara manual, bukan yang ada di Situng.
Menurut Pramono, upaya meretas situs KPU dipastikan dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Para peretas itu sengaja berupaya menimbulkan keresahan, spekulasi, dan kecurigaan, terutama bagi yang tidak memahami proses penghitungan dan rekapitulasi suara dalam Pemilu/Pilkada; dan yang tidak memahami dunia IT dengan cukup baik.
[wid]
BERITA TERKAIT: