Yang dipopulerkan dan digoreng-goreng itu ada yang punya partai ada yang tidak punya partai. Ada yang lumayan pengalaman politik, ada yang masih ingusan dalam politik praktis. Ada yang sedang punya jabatan di pemerintahan ada yang tidak punya jabatan. Ada yang relatif bersih ada yang diduga tersandera kasus.
Ada yang tidak jelas prestasinya dalam jabatan, ada yang belum berprestasi. Ada yang jelas komitmennya pada nasionalisme Indonesia sangat tinggi ada yang tidak jelas. Ada yang tampilannya asli ada yang tampilannya dikarang-karang. Ada yang trackrecord dalam perjuangan bela rakyat lumayan bagus, ada yang bahkan bersuara bela rakyat pun tidak.
Semoga yang terpilih:
Pertama, presidennya kader partai, wapresnya boleh kader partai boleh juga nonpartai.
Kedua, yang lumayan pengalaman politiknya.
Ketiga, yang sedang menjabat ataupun yang belum atau tidak menjabat di pemerintahan.
Keempat, yang jelas berprestasi dalam jabatan atau semasa menjabat.
Kelima, yang relatif bersih dan tidak tersandera oleh kemungkinan kasus korupsi.
Keenam, yang jelas komitmennya pada nasionalisme Indonesia bukan yang senang jadi jongos asing.
Ketujuh, yang tampilan sehari-harinya orisinil, bukan dibuat-buat. Karena yang orisinil itu lebih terjamin tidak munafik atau menipu.
Kedelapan, teruji dan terbukti sering bersuara dan bertindak untuk bela rakyat bangsa dan negara.
Kalau dipilih dengan sistem sekarang, demokrasi liberal 50+1, memang tidak bisa ditebak hasilnya.
Tapi kalau dipilih dengan sistem musyawarah mufakat seperti menurut UUD 1945 yang asli, relatif bisa terjamin, terpilih dengan delapan syarat minimal di atas.
[***]
Penulis adalah Direktur Institut Soekarno Hatta (ISH)
BERITA TERKAIT: