Kenapa demikian? Karena Pancasila diambil dari sendi-sendi ajaran Islam, yang oleh para penyusun ideologi negara ini diposisikan sebagai konsep bernegara dengan tidak memaksakan Islam sebagai dasar negara. Kenapa demikian hebat kompromi itu dilakukan? Karena para penyusun ideologi ini sangat toleran dan sangat ingin agar kita (suku dari Sabang hingga Merauke) ada dalam satu kesatuan negara. Karenanya, tanpa harus mengorbankan ajaran Islam sedikitpun, disusunlah gagasan bertoleransi dan berdemokrasi yang disebut Pancasila.
Jadi jiwa toleransi umat Islam itu sudah ada sejak dahulu kala, jauh sebelum negara ini berdiri dan disebut NKRI. Bukan baru dipikirkan oleh politisi kampungan saat ini atau anak muda kemarin sore atau pemikir demokrasi kebablasan atau pemikir agama kelas kampung. Jiwa toleransi itu sudah ada sejak dulu dan disetujui oleh mayoritas Umat Islam Indonesia baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Tidak ada upaya atau kehendak dari kaum mayoritas untuk menyingkirkan kaum minoritas dari negeri ini. Mayoritas muslimnya ingin terus hidup berdampingan penuh damai dengan semua pihak.
Jadi kalau ada pihak-pihak yang berlagak menjelaskan tentang pancasila, tapi bukan beranjak dari nilai-nilai Islam, dapat dipastikan pasti akan melenceng jauh dan malah akan kebablasan menjelaskan demokrasi barat, demokrasi liberal, demokrasi plural, demokrasi syiah, demokrasi agama non-islam dan seterusnya. Itu kenapa di negara ini, ada pihak-pihak yang secara sembunyi-sembunyi atau secara terbuka coba-coba berbicara nilai-nilai baru. Karena apa? Karena mereka ingin mengganti Pancasila. Kenapa mereka merasa perlu mengganti Pancasila? Karena Pancasila terlalu Islami dan terlalu toleran.
Depok, 2 April 2018 12.40.
#StrategiIndonesia#JagaPersatuanIndonesia
Penulis adalah Direktur Eksekutif Strategi Indonesia.