Maksud berdasarkan prinsip negara hukum adalah penggunaan kebebasan menyatakan pendapat tersebut harus dihindarkan dari upaya pemaksaan kehendak dan menjatuhkan kehormatan dan martabat orang lain.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP PA GMNI), Muradi. Pernyataan Muradi beberapa saat lalu ini (Selasa, 13/2) ini terkait dengan desakan sejumlah pihak kepada Ketua Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat untuk mengundurkan diri
Menurut Muradi, apalagi jika pemaksaan kehendak tersebut diduga punya motif kepentingan politik untuk menjadikan seseorang menjadi Ketua MK menggantikan Arief Hidayat. Dengan kata lain jika sesuai aturan hukum yang berlaku seseorang dijamin hak nya untuk tetap dapat menduduki jabatan tertentu dalam rangka membangun masyarakat, bangsa dan negara nya, maka orang lain harus menghormati hak tersebut.
Dalam kaitannya dengan pengawasan etik hakim konstitusi, Muradi menegaskan bahwa, hukum positif Indonesia yaitu UU Mahkamah Konstitusi, Peraturan Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Dewan Etik telah mengaturnya secara jelas. Dalam hukum positif tersebut tidak mengatur bahwa konsekuensi diberikannya sanksi etik ringan teguran lisan/tulisan berujung kepada pemberhentian atau pengunduran diri hakim MK.
"Dan persoalan etik yang menimpa Arief Hidayat sesungguhnya telah selesai diputuskan oleh dewan etik yang memiliki kewenangan dalam menafsirkan ukuran hukuman dari pelanggaran yang dilakukan oleh hakim konstitusi. Tuntutan mengundurkan diri kepada Prof. Dr. Arief Hidayat merupakan suatu tindakan yang mencoba mengambil peran Dewan Etik dengan memperluas tafsiran hukuman etik seorang secara bebas," tegas Muradi.
Muradi mengakui, sebagai badan peradilan yang menyelesaikan sengketa kepentingan maka putusan MK tentunya tidak akan dapat memuaskan semua pihak. Atas berbagai perspektif kepentingan maka dapat muncul beragam pendapat baik yang mendukung ataupun tidak mendukung putusan MK. Namun dalam pandangan DPP PA GMNI keberadaan MK di bawah kepemimpinanArief Hidayat telah berhasil menjadikan Mahkamah Konstitusi tidak sekedar sebagai pengawal konstitusi, melainkan juga telah menjadikan MK sebagai pengawal Pancasila.
Selama kepemimpinan Arief Hidayat bersama dengan delapan orang hakim konstitusi lainnya, puji Muradi, telah banyak dihasillan putusan monumental dalam rangka menegakkan Pancasila seperti putusan yang mengakhiri diskriminasi penghayat kepercayaan, menghapus UU yang melegalkan privatisasi air, menguatkan kesetaraan gender dengan mengizinkan perempuan menjadi Sultan Yogyakarta. Tidak hanya itu dalam rangka mendukung agenda pemberantasan korupsi telah lahir putusan MK seperti menguatkan kedudukan penyidik independen KPK.
"Bahkan MK berhasil mendapat pengakuan di dunia internasional. Hal ini terbukti MK Indonesia terpilih selama dua periode berturut-turut untuk memimpin Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Instansi Sejenis se-Asia atau the Association of Asian Courts and Equivalent Institutions (AACC) dari 2014-2017 dengan Arief Hidayat sebagai Presidennya," demikian Muradi.
[wid]
BERITA TERKAIT: