Begitu keterangan pihak PPP kubu Djan Faridz yang diterima redaksi pekan ini. PPP Kubu Djan menilai kebijakan Yasonna telah menyebabkan perpecahan umat Islam, khususnya kader dan pemilih PPP.
Sebagai pembantu presiden yang memiliki kewenangan yang bersifat administratif, Yasonna telah melakukan perbuatan melawan hukum, yakni menyalahgunakan kewenangan dengan mengeluarkan SK Pengesahan Kepengurusan PPP Romahurmuziy (Romi) untuk kedua kalinya, yaitu SK Nomor M.HH-06.AH.11.01 Tahun 2016 tanggal 27 April 2016.
Buntu dari tindakan Yasonna, Selasa(12/12) pihak-pihak yang mengatasnamakan PPP kubu Romi melakukan tindakan premanisme dengan melakukan penyerangan dan pengambialihan kantor DPP PPP.
Djan mengaku selama ini gedung yang beralamat di Jalan Dipenogoro, Jakarta Pusat itu masih dibawah penguasaan Kepengurusan DPP PPP dengan Ketua Umum H. Djan Faridz sesuai Putusan PK No. 79 jo Putusan Mahkamah Partai PPP No. 49.
"Tindakan premanisme tersebut patut diduga merupakan Tindak Pidana Penyerobotan Pasal 167 KUHP, Tindak Pidana Pengancaman Secara Bersama-sama Pasal 335 dan Pasal 336 KUHP," ujar Djan seperti keterangan tertulisnya.
Lebih lanjut Djan menilai pengambilan sepihak kantor DPP PPP yang dilakukan pihak yang mengaku kubu PPP Romi tidak dapat dibenarkan.
Menurut Djan proses eksekusi hanya dapat dilakukan oleh penetapan pengadilan negeri dan perangkatnya, antara lain juru sita pengadilan berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang secara jelas memerintahkan mengenai pengambilalihan tersebut.
"Tidak ada satupun putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, baik dalam Putusan PK 79 maupun dalam Putusan Kasasi terkait dengan pembatalan SK Nomor M.HH-06.AH.11.01 Tahun 2016 tanggal 27 April 2016 yang memberikan hak bagi kubu Romi atau memerintahkan kepengurusan Romi kedua untuk mengambil alih gedung DPP PPP," ujar Djan.
[nes]
BERITA TERKAIT: