Hal itu dikatakan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar, Sarmuji, dalam diskusi bertema "Beringin Diterpa Angin" di Cikini, Jakarta, Sabtu (25/11).
"Itu adalah kesepakatan paling mungkin, sebelumnya ada sembilan kesimpulan, yang kemudian digodok menjadi lima kesimpulan. Itu kesimpulan dari semua peserta rapat," kata Sarmuji.
Dia katakan, meski ada orang yang berbeda dengan keputusan pleno tetapi semua kader dan peserta rapat terikat dengan keputusan itu.
"Mungkin ada orang yang mau Munaslub digelar segera, akan kecewa. Begitu juga orang yang mendukung Setya Novanto," lanjutnya.
Namun, menurut dia rapat pleno itu menyediakan seluruh jalan yang paling mungkin.
"Mau Munaslub, Plt (pelaksana tugas) tidak menjabat sampai 2019, semua diakomodir," ucap Sarmuji.
Ia akui, dinamika dalam rapat pleno pada Selasa malam itu lebih tinggi dari biasanya. Tetapi suasana terkontrol dan tidak ada peserta rapat yang meluapkan emosi berlebihan.
"Ada yang gebrak meja pun pimpinan langsung menegur," tambahnya.
Berikut lima poin hasil Rapat Pleno DPP Partai Golkar yang dibacakan Wasekjen DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa malam (21/11).
Pertama, Rapat Pleno DPP Partai Golkar menyetujui Idrus Marham sebagai Plt Ketum DPP Partai Golkar, sampai dengan ada keputusan praperadilan.
Kedua, apabila Setya Novanto menang praperadilan, maka jabatan Plt Ketum berakhir, dan posisi Ketum dikembalikan pada Setya Novanto.
Ketiga, apabila Setya Novanto kalah praperadilan, maka Plt Ketum ditambah Rapat Pleno DPP meminta agar Setya Novanto mundur dari posisi Ketum. Dan apabila Setya Novanto tidak mundur, maka DPP Partai Golkar akan melaksanakan Munaslub.
Keempat, Plt Ketum dalam menjalankan atau mengambil kebijakan strategis Partai Golkar, harus berkoordinasi dengan Ketua Harian DPP Partai Golkar dan Bendum DPP Partai Golkar.
Kelima, terkait posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR, menunggu sampai dengan adanya keputusan praperadilan.
[ald]