Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jakarta Connection: Gubernur Narkoba!

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/djoko-edhi-abdurrahman-5'>DJOKO EDHI ABDURRAHMAN</a>
OLEH: DJOKO EDHI ABDURRAHMAN
  • Kamis, 25 Mei 2017, 06:36 WIB
KOMISARIS Jenderal Polisi Budi Waseso (Buwas) mengatakan, "Itu ada bukti keterlibatan dia Ahok". Jadi, Buwas bicara bukti Jakarta connection di BNN. Itu satu.

Kedua, Jenderal Buwas berkata, "Ahok ikut mendukung peredaran Narkoba". Cukup jelas.

Ketiga, Pemprov DKI Jakarta terlibat peredaran narkoba yang saya sebut Jakarta connection of drugs.

Keempat, perintah untuk memberantas narkoba dari Presiden Jokowi tak dijalankan oleh Ahok.

Dari empat itu, dapat disimpulkan ada kebijakan pemerintah untuk mengedarkan narkoba di kepemimpinan Ahok. Itu subtansi.

Pantas barang tak kunjung berkurang di pasar, malah kian banyak. Bandar dan victim terus ditangkapi, Cepu (mata-mata) kian banyak, restik kian paradok, tapi barang bertambah secara signifikan. Ada apa ini?

Presiden Jokowi mengemukakan bahwa jumlah narkoba tidak berkurang, belum lama.

Mengapa tak meninjau kebijakan pemberantasan narkoba? Karena Ahok gubernurnya, sekaligus Gubernur Narkoba. Olala.

Itu repotnya berkakaen. Standar normal berubah abnormal, lalu mencari kambing hitam. Andai Ahok tak ditumbangkan oleh Habib Rizieq, peredaran narkoba tak diketahui jaringan mafiosonya.

Kiat awal jelas keliru berat. Buktinya eksekusi hukuman mati terpidana mati narkoba tak diteruskan. Cuma tujuh orang, jika tak salah. Padahal kata Jaksa Agung, ia masih punya stock 67 orang lagi untuk dieksekusi mati tahun 2015.

Lenyap beritanya, Jaksa Agung tak kunjung bicara eksekusi hukuman mati narkoba sejak dikecam oleh Australia dan Swedia karena melanggar konvensi PBB tentang hak-hak sipil dan politik. Takutnya kepada asing aseng sih.

Ubah saja filsafatnya jika berani. Jangan lagi "say no to drugs" (katakan tidak kepada narkoba). Tapi "say war to drugs" (katakan perang kepada narkoba).

Berani? Filsafat yang kini dipakai oleh BNN adalah say no to drugs. FIlsafat ini sasarannya adalah victim (korban). Pertama kali diucapkan oleh Nyonya Rodham Clinton, cocok untuk anak sekolahan, santri, dan abege. Tapi tak cocok untuk junkies (penyandu), kurir, bandar, apalagi jaringan Jakarta connection.

Say war to drugs digunakan oleh negara yang sudah menyatakan diri darurat narkoba. Seperti di Palerno dan Mexico. Sasaran filsafat ini adalah jaringan.

Tahun 2015 Mexico memecat dan memenjarakan 1.800 polisi yang terlibat gang narkoba, termasuk birokrat dan politisi. Filsafat itu juga diikuti Dutertee, Presiden Philipina. Indonesia kapan? [***]

Penulias adalah mantan Anggota Komis III DPR dan Wakil Sekretaris Pemimpin Pusat Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum PBNU.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA