Saudi Arabia, Negerinya Pangeran Membunuh Pangeran Dipancung

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
OLEH:
  • Kamis, 02 Maret 2017, 09:58 WIB
AHLAN wa sahlan Al Hafidz Malik Salman bin Abdul Aziz As Saud. Al Hafidz? Ya, Raja Salman sudah hafal Al Quranul Karim saat berumur 10 (sepuluh) tahun, subhanallah. Selamat datang Raja Salman, Raja dari negeri yang bahasa nasionalnya diyakini ummat muslim sebagai bahasa komunikasi di surga kelak, dan satu-satunya bahasa di dunia yang dikontrol/dipengaruhi oleh kitab suci sepanjang waktu sampai hari akhir nanti, bukan sebaliknya.

Ini adalah kunjungan kedua Raja Saudi ke Indonesia setelah kunjungan pertama 47 (empat puluh tujuh) tahun silam. Pelayan Dua Kota Suci (Makkah dan Madinah) melakukan kunjungan kenegaraan pertama ke negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia, hampir setengah abad yang lalu, ketika Raja Ketiga, Raja Faisal bin Abdul Aziz As Saud diterima Presiden Soeharto di Istana Negara, Jakarta (6/6/1970). Raja Faisal bin Abdul Aziz As Saud dikenang sampai saat ini atas keberaniannya melakukan embargo minyak kepada Amerika sebagai bentuk perlawanan atas dukungan gila-gilaan Presiden AS, Richard Nixon, kepada Israel untuk mencaplok wilayah Palestina yang dilindungi PBB.  Saking gila-gilaannya, NATO sampai tidak mau ikut terlibat. Presiden Nixon saat itu memberikan bantuan berupa 556 pesawat tempur dan 20.000 ton bahan peledak kepada Israel. Akibat dari embargo minyak oleh Raja Faisal bin Abdul Aziz As Saud tersebut luar biasa bagi Amerika. Tidak saja Amerika mengalami krisis energi paling dahsyat namun juga mengoyahkan  perekonomian Amerika sampai ke sendi-sendinya. Raja Faisal wafat karena ditembak oleh keponakannya, Pangeran Faisal bin Musaid, lima tahun kemudian (25/3/1975).

Raja Salman dalam kunjungan kali ini nampaknya tak tanggung-tanggung. Raja Salman menyertakan 10 (sepuluh) Menteri Kabinet, 25 (dua puluh lima) pangeran, dan 1.500 (seribu lima ratus) delegasi. Tak tanggung-tanggung, Raja Salman beserta rombongan berada di Indonesia selama 9 (sembilan) hari. Dan tak tanggung-tanggung pula, 11 (sebelas) kesepakatan investasi ditandatangani dengan nilai 25 miliar dolar AS, setara dengan Rp 325 triliun, sebuah nilai investasi dengan angka sangat fantastis.

Namun tulisan ini bukan untuk membicarakan 11 (sebelas) topik investasi yang sudah ditandatangani itu, juga bukan tentang liburan mereka ke Bali, juga bukan bicara fasilitas yang harus disiapkan guna menopang Raja yang sudah berumur di atas 80 (delapan puluh tahun) tersebut, juga bukan mau membicarakan konflik di Timur Tengah. Tulisan ini tentang Pangeran Saudi yang dipancung di depan umum dan Keadilan.

Pangeran Membunuh Pangeran Dipancung


Saudi Arabia adalah salah satu negara di dunia yang masih menerapkan hukuman mati. Walau ditentang penggiat Hak Azazi Manusia (HAM) dunia, bersama beberapa negara lain tetap mempertahankan hukuman mati dalam hukum positif negaranya. Indonesia, Malaysia, China, dan Amerika Serikat masuk dalam kelompok negara yang masih menerapkan hukuman mati ini, walau dengan model berbeda dalam pelaksanaannya. Indonesia dengan tembak, Amerika dengan suntik, Malaysia dengan gantung, dan Saudi dengan pancung didepan umum.

Pangeran pertama yang dipancung di depan umum adalah Pangeran Faisal bin Musaid bin Abdul Aziz As Saud (18/6/1975). Pangeran Faisal bin Musaid dijatuhi hukuman pancung di depan umum  karena membunuh Raja Faisal bin Abdul Aziz As Saud (25/3/1975), Raja Saudi pertama yang berkunjung ke Indonesia dan melakukan embargo minyak ke Amerika tadi. Walaupun membunuh Raja dengan tembakan, didalam Istana, dan didepan pasukan pengawal namun Pangeran Faisal bin Musaid tidak ditembak ditempat oleh pengawal Raja. Pangeran Faisal bin Musaid diadili dan dipancung didepan umum atas putusan dan perintah pengadilan. Ya, dipancung atas putusan dan perintah pengadilan, bukan ditembak ditempat. Sejatinya hanya Hakimlah yang boleh menjatuhkan hukuman mati pada seseorang. Bandingkan dengan Densus 88.

Terbaru, Pangeran Turki bin Saud Al-Kabir dipancung tanggal 18 Oktober 2016 silam karena terbukti membunuh temannya, Adel Al Mohaimeed, dalam sebuah pertengkatan tahun 2013 silam. Setelah menjalani proses persidangan, dan penolakan keluarga korban untuk memberikan maaf dan menerima denda diyat, pengadilan memutuskan dan memerintahkan untuk melaksanakan hukum qisos terhadap Pangeran Turki bin Saud Al Kabir dengan cara dipancung di depan umum. Raja Salam tak ikut campur. Perintah pengadilan pun dilaksanakan.

Jika Pangeran Faisal bin Musaid dijatuhi hukuman pancung karena membunuh raja, Pangeran Turki bin Saud Al Kabir dijatuhi hukuman mati karena membunuh rakyat jelata. Tak ada motif politik sedikitpun dalam penegakan hukum pancung kepada kedua pangeran tersebut, semua murni penegakan hukum.

Keadilan dan Kehancuran

Dua pangeran Saudi yang dipancung didepan umum tersebut adalah bentuk penegakan hukum yang benar dan berkeadilan. Hukum yang benar adalah hukum yang memperlakukan semua orang sama didepan hukum tanpa pengecualian. Penegakan hukum yang berkeadilan adalah penerapan hukum yang sama kepada semua pelanggar hukum tanpa ada perbedaan perlakukan sedikitpun. Tak bisa disebut berkeadilan jika hukum tajam ke bawah tumpul keatas. Tak bisa disebut berkeadilan kalau hukum keras jika korban kalangan atas dan lembek jika korban kalangan bawah. Kepintaran penegak hukum merumuskan argumentasi penegakan hukum berdasarkan selera tidak akan menghilangkan rasa ketidakadilan di dada masyarakat.

Polisi, jaksa, KPK, KPPU, KPU, hakim, presiden, mendagri, gubernur, Bawaslu, KPI, KIP, dirjen pajak dan lain-lain pada substansinya adalah penegak hukum pidana, hukum perdata, hukum bisnis dan hukum tata negara sesuai posisi dan kasusnya. Jika penegak hukum tersebut sudah pilih kasih, pangeran dilindungi, rakyat jelata dibui, teman dengan segala cara dibela, musuh dengan segala cara dikadalin, saat itulah pintu-pintu keadilan langit dibuka Allah SWT untuk menerima aduan yang dizholimi, apapun agamanya. Saat itulah pengadilan langit mulai menyidangkan ratapan orang yang terzholimi apapun agamanya. Dan putusan pengadilan langit tak ada sedikitpun rekayasa. Dan keputusan pengadilan langit tak ada penghalang untuk ditegakkan, walau terkadang penegak hukum yang tak adil tak merasakannya seketika.

Puncak dari pengadilan langit atas aduan ratapan manusia terzolimi oleh penegak hukum yang tak adil adalah kehancuran, kehancuran bagi penegak hukum tersebut. Dan jika ketidakadilan itu sudah sedemikian masifnya, kehancuran rezim penguasalah hukumannya. Dan jika kezholiman itu sudah demikian membudaya, kehancuran negara tak akan bisa dihindari. Lintasan sejarah sudah membuktikannya.

Negara Indonesia adalah negara besar dengan potensi sangat besar. Jika keadilan bisa ditegakan dalam segala segi kehidupan dan masyarakat merasakan keadilan itu hidup, tak menutup kemungkinan dimasa depan Indonesia akan menjadi Pemimpin Dunia dan Sumber Inspirasi Dunia.  Sebagaimana sudah ditekadkan Pemuda Politisi Anggota Parlemen Seluruh Indonesia pada 4 November 2910 silam dalam "Tekad Suci Untuk Indonesia" dalam acara resmi kenegaraan yang dihadiri petinggi negeri termasuk Kepala Negata. Semoga keadilan hidup subur di bumi pertiwi ini, dan Indonesia Pemimpin dan Inspirasi Dunia segera terwujud, Amien.[***]


Penulis merupakan Redaktur Khusus RMOL.CO, Sekjen Community for Press and Democracy Empowerment (PressCode), Ketua Panpel Tekad Suci Untuk Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA