Menurut Jimly, pernyataan demokrasi kebablasan yang disampaikan Jokowi sangat bertolak belakang dengan jargon pemerintahannya yakni 'kerja, kerja, kerja'.
"Keluhan-keluhan kebablasan boleh dikurangi, statement keluh kesah seperti itu. Kalau Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) rajin sekali dia kan, prihatin dan sebagainya. Yang penting kita bertindak," jelas Jimly dalam diskusi bertema 'Kebebasan. Demokrasi. Kebablasan'. di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (25/2).
Menurutnya, tidak bisa dipungkiri bahwa demokrasi membuat pandangan seseorang terhadap fenomena politik yang terjadi berbeda-beda. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu mencontohkan, di dalam aplikasi pesan singkat (what's up) terdapat grup yang berisikan orang-orang berbeda. Grup bisa dibuat hingga lebih dari satu dengan diisi orang yang berbeda pula. Faktanya, setiap orang di lima grup aplikasi memiliki pandangan dan persepsi masing-masing mengenai kondisi nasional yang terjadi sekarang.
"Soal kebablasan ini bukan karena sistem demokrasi itu tetapi karena perkembangan teknologi juga. Kan baru ini kita punya grup WA. Dan di grup itu gambaran di kita yang sangat plural yang diwadahi oleh grup di WA itu. Artinya kita menerima kenyataan ada perkembangan baru seperti ini tetapi keluhan-keluhan kebablasan bolehlah dikurangi," pungkas Jimly.
[wah]
BERITA TERKAIT: