Mengapa Agus Harimurti, pendatang paling baru justru kini menjadi front runner, tertinggi berdasarkan aneka survei bulan November- Desember 2016? Akankah Anies Baswedan tersingkir di putaran pertama? Atau ia bisa bangkit kembali?
Ini pertanyaan sentral yang menggugah siapapun pemerhati Pilkada Jakarta. Untuk menjawabnya perlu data riset dan analisis. Namun untuk merasakan suasana batin Pilkada, perlu puisi.
Tak terasa, sejak Maret 2016 sampai Desember 2016, saya sudah menulis, menganalisa data sebanyak 28 tulisan. Plus tak ketinggal menulis lima puisi. Semua hanya soal Pilkada Jakarta.
1) Ada tulisan yang sifatnya membaca apa yang belum terjadi. Penulis yang visioner adalah Ayam Jantan di subuh hari. Ia berkokok menyambut sinar matahari sebelum publik banyak menyadari matahari akan segera tiba.
Banyak tulisan saya berjenis ini.
Di bulan Maret 2016 misalnya. Saat itu isu penistaan agama belum menimpa Ahok. Menurut aneka survei bulan Maret 2016, Ahok didukung sekitar 60 persen. Bahkan semua lawannya digabung menjadi satu tetap kalah oleh Ahok.
Di bulan Maret itu, saya melihat sebaliknya. Tulisan pertama saya soal Pilkada Jakarta berjudul:
Ahok Kuat tapi Bisa Dikalahkan! Data survei saya paparkan. Walau datanya Ahok masih 60 persen, namun ada data lain yang saya lihat bisa kalahkan Ahok.
Kini di aneka survei bulan November-Desember, delapan bulan setelah saya menulis, Ahok tak lagi di rangking satu.
Ketika Ahok diprotes soal agama kutipan Al Maidah, nasib Ahok soal hukum belum pasti. Ahok bahkan lolos dalam jeratan KPK.
Saat itu juga saya membuat tiga tulisan yang menyatakan Ahok Tersangka. Saya ingat tulisan ini membuat marah banyak yang pro Ahok.
Sebulan setelah tulisan itu, Ahok benar benar jadi tersangka.
2.) Ada tulisan yang menganalisis data survei.
Dari data itu saya simpulkan Isu Agama yang akan kalahkan Ahok. Survei yang dibuat Saiful Mujani di era itu menyatakan isu agama tak berpengaruh. Ahok tetap unggul karena kinerjanya memuaskan.
Kini pelan - pelan terbukti, memang isu agama yang kalahkan ahok. Itu bukan kesimpulan kualitatif, tapi kuantitatif dengan menganalisa data menggunakan model statistik yang disebut regresi logistik.
3) Ada pula puisi. Untuk menggambarkan Indonesia yang bimbang ketika isu agama dominan, angka tak mampu. Perlu gelora yang lebih bisa dinyanyikan melalui puisi.
Ada lima puisi dengan aneka nuansa. Salah satunya soal isu keberagaman yang minta diperhatikan. Isu keberagaman menangis dan berkata:
Jangan Tinggalkan daku Di Pilkada.Ada puisi
'Ketika Dewi Keadilan Memanggil.' Jika sang Dewi memanggil, penguasa harus mendengar. Kerajaan komunisme dunia yang perkasa saja bisa roboh jika tuntutan keadilan bergema di hati rakyat banyak.
Tulisan ini akan terus berlanjut hingga Pilkada selesai. Lalu semuanya akan saya rajut lagi menjadi buku catatan harian, ditambahkan dengan narasi di dalamnya.
Saya teringat semester pertama ketika sekolah Ph.D Comparative Politics di Amerika. Dalam pelajaran metodelogi penelitian, kami diminta membaca buku berjudul:
Double Helix. Buku ini dikarang oleh James Watson, pemenang hadiah Nobel.
Yang menarik buku itu bercerita proses penemuan ilmiah tak hanya semata dari sisi metode ilmiah. Ia juga banyak mengungkapkan sisi
human interest, konflik sesama peneliti, dan suasana batinnya dalam proses penemuan ilmiah itu.
Saya membayangkan membuat buku serupa soal pilkada Jakarta. Sisi human interest perlu juga diungkap di balik temuan dan analisis survei. Bagaimana misalnya persahabatan yang rusak karena pilkada. Atau sebuah grup yang awalnya solid menjadi bubar karena Pilkada.
Buku itu diharap juga menjadi penutup karir saya membawa profesi konsultan politik ke Indonesia.
Saya sudah ikut menangkan tiga pemilu presiden berturut-turut. Sudah menangkan 30 gubernur di seluruh Indonesia. Sudah mempublikasi hasil riset sosial yang berkali kali menjadi headline halaman satu media nasional, dan bahan debat talk show TV.
Tentu renungan pribadi soal itu perlu sebagai penutup karir untuk pensiun. Walau dalam dunia life calling tak ada yang benar-benar bisa pensiun.
Old Soldiers Never Die. They just fade away.Ini link untuk kumpulan 28 tulisan dan lima puisi Pilkada Jakarta. Tulisan dan puisi akan terus bertambah karena pilkada belum selesai.
[***]
*Penulis merupakan konsultan politik dan tokoh media sosial
BERITA TERKAIT: