Proses persidangan diawali dengan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di ata meja JPU terlihat dokumen dakwaan yang begitu tebal. Namun, JPU hanya membacakan semacam ringkasan yang hanya beberapa halaman.
Ini hal tidak biasa pertama dalam persidangan Ahok pekan lalu.
Hal tidak biasa berikutnya adalah penyampaian eksepsi atau keberatan yang dibacakan Ahok dan tim kuasa hukumnya secara bergantian. Disebut tidak biasa, karena biasanya, eksepsi disampaikan pihak terdakwa pada persidangan kedua.
Walau tidak biasa, namun bagian eksepsi ini memakan waktu paling banyak, berlangsung hingga beberapa jam. Diwarnai isak tangis Ahok.
Proses penegakan hukum Ahok memang terlihat super cepat dibandingkan proses dalam kasus-kasus pidana sejenis. Barangkali, karena dalam peradilan kasus Ahok ini semua pihak yang terlibat, dari kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan, ingin menerapkan asas cepat dan sederhana secara sungguh-sungguh dan konsekuen, seperti yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UU No. 4/2004 tentang kekuasaan Kehakiman.
Di saat bersamaan, di luar pagar pengadilan, ada juga yang menganggap bahwa rute super cepat ini diambil karena skor akhir sudah ditentukan.
Bila merujuk pada persidangan perdana pekan lalu itu, maka dapat diperkirakan bahwa persidangan di pekan kedua ini pun akan berlangsung singkat.
JPU akan membacakan reaksi mereka terhadap eksepsi Ahok dan tim kuasa hukumnya. Lalu, bisa jadi dan mungkin saja, majelis hakim akan menyampaikan keputusan sela.
Apa isi keputusan sela itu?
Ini yang masih jadi misteri.
Bila majelis hakim mengatakan bahwa Pasal 156a KUHP yang digunakan JPU dapat diterima, maka persidangan akan berlanjut pada pemeriksaan materi perkara.
Namun bila majelis hakim menyatakan bahwa JPU menggunakan pasal yang tidak pas, maka persidangan selesai, dan Ahok akan terbebas dari dakwawan penistaan agama.
[dem]
BERITA TERKAIT: