Memahami Potret Besar Konflik Di Indonesia Dewasa Ini

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/syahrul-efendi-dasopang-5'>SYAHRUL EFENDI DASOPANG</a>
OLEH: SYAHRUL EFENDI DASOPANG
  • Selasa, 22 November 2016, 10:36 WIB
SETELAH reformasi berjalan sejak 1998, tren islamisasi kebudayaan popular Indonesia bukannya menyurut malahan melaju. Islamisasi yang tumbuh sejak akhir pertengahan 1980-an yang sifatnya awalnya ideologis, pasca reformasi berkembang dengan beragam bentuk dan saluran. Terutama semakin semaraknya islamisasi gaya hidup (lifestyle) dan cara berbisnis.

Tren ini tentu tidak memberikan rasa nyaman pada berbagai pihak. Terutama sekali pada kalangan non muslim, sekularis garis keras dan penguasa ekonomi politik Indonesia yang diuntungkan dengan sifat Indonesia yang sekular dan anti Islam kaffah.

Besar dugaan, persekongkolan tiga unsur di atas, non muslim, sekularis garis keras dan penguasa lama ekonomi politik Indonesia beraliansi dengan kepentingan China Komunis dan Yahudi Global, mencoba membasmi tren islamisasi di Indonesia yang semakin meluas tersebut dengan upaya menyediakan suatu medan konflik yang disiapkan sejak lama dengan diciptakannya icon musuh umat Islam yaitu Ahok dalam rangka memancing umat Islam masuk ke medan konflik.

Sejak awal, Ahok telah menampakkan sebagai figur terprogram untuk tujuan besar. Rupanya tujuan besar itu baru makin jelas sekarang ini yaitu memancing umat Islam masuk ke medan konflik dengan harapan mereka menjadi momentum untuk menghancurkan islamisasi yang semakin populer di mata masyarakat luas. Padahal islamisasi semakin populer akibat makin disadarinya kekorupan masyarakat berbasis sekularisme dan liberalisme.

Sekarang umat Islam telah masuk ke medan konflik antara pihak anti Islam dengan umat Islam. Dalam situasi semacam ini tentu diperlukan informasi grand strategi pihak musuh supaya dapat mematahkan mereka.

Musuh umat Islam itu sebenarnya hanya segelintir elit korup dan kufur yang memperbudak dan memanipulasi manusia untuk tujuan egoistis mereka yaitu tetap berkuasa di atas mayoritas manusia. Mereka memperalat apa saja: mulai dari agama, ikatan politik, ideologi, korporasi, birokrasi, dan segala apa yang bisa diperalat.

Konflik Umat Islam, Dari Ahok ke Negara

Saat ini, setelah mulai sukses menarik umat Islam ke medan konflik antara Ahok dengan umat Islam, mereka mulai menggesernya menjadi konflik antara umat Islam dengan negara yang tengah mereka tunggangi. Konflik umat Islam dengan negara merupakan konflik antara yang mereka inginkan.

Mengingat tentara dan polisi juga sedikit banyak terpengaruh islamisasi popular, maka dengan mengonflikkan negara dengan umat Islam, akan membuat kedua institusi ini gamang dan tampaknya akan mengikuti saja perintah komandannya. Dengan terjadinya konflik antara institusi TNI dan Polisi, mereka harapkan, islamisasi popular dan simbolik di kedua institusi negara itu dapat dikikis. Tujuan akhir mereka ialah membasmi potensi islamisasi umat Islam dan menjinakkannya menjadi Islam banal dan sekular seperti yang mereka harap-harapkan supaya posisi kekuasaan mereka di dalam negara dan masyarakat tidak terancam dan terganggu.

Karena itu, penting kiranya meluncurkan grand strategi yang dapat menggetok langsung kepala ular tersebut. Atau menciptakan medan konflik yang tidak dalam kontrol mereka. Saat ini tentunya mereka tengah gatal untuk menggerakkan TNI dan Polri untuk langsung berkonflik dengan umat Islam. Hal ini harus di atasi dengan cerdas dengan mengefektifkan saluran lobby kepada pihak-pihak yang punya kontak langsung kepada kedua institusi itu. Bukankah umat Islam dapat mengatur komunikasi dengan Wakil Presiden? [***]

Penulis adalah mantan Ketua Umum PB HMI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA