Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, M. Misbakhun mengingatkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani agar bisa menggunakan APBNP 2016 untuk mendistribusikan pendapatan yang berkurang dengan memacu pertumbuhan berkualitas. Wakil rakyat asal Jawa Timur itu tidak mau Menteri Sri hanya memangkas APBN demi penghematan.
Senada dengan Misbakhun, analis ekonomi dari Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra menuntut agar Sri Mulyani juga jangan hanya berani potong anggaran, tetapi harus berani menegosiasikan utang luar negeri dengan para kreditor.
"Ibu Sri jangan hanya berani potong anggaran belanja. Seharusnya dapat lebih melihat peluang untuk menegosiasikan sebagian utang luar negeri pemerintah dengan para kreditor, agar dapat memberi ruang bagi terwujudnya program-program Nawacita dalam APBN. Tapi saya rasa, setelah melihat
track record Ibu Sri, dia tidak memiliki nyali untuk ini," sebut Gede kepada redaksi, Jumat (2/9).
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, utang luar negeri Indonesia (di luar Bank Sentral) pada Maret 2016 mencapai US$ 146 miliar. Sebesar US$ 22,7 miliar merupakan utang bilateral, US$ 26,5 miliar merupakan utang multilateral, US$ 44,3 miliar merupakan utang dari surat berharga negara (SBN) internasional, US$ 45,6 miliar merupakan utang SBN domestik, dan sisanya US$ 6,7 miliar adalah utang fasilitas kredit ekspor dan komersial.
Gede menambahkan, melihat komposisi kreditor yang lebih dari sepertiganya merupakan negara-negara dan organisasi sahabat, seharusnya ada peluang sangat besar menuju renegosiasi pembayaran cicilan pokok dan bunga utang. Apalagi porsi pembayaran cicilan pokok dan bunga utang yang terbesar tahun 2016 adalah untuk membayar utang bilateral dan multilateral.
"Di luar itu tidak tertutup juga peluang untuk bernegosiasi dengan para kreditor dari lembaga-lembaga keuangan swasta yang membeli obligasi (SBN) pemerintah kita," pungkas dia.
[rus]
BERITA TERKAIT: