"Mungkin saja PDIP mencalonkan Ahok-Djarot karena keputusannya tergantung Megawati. Mega tokoh sentral di PDIP, dan di PDIP berlaku rumus hak prerogatif Mega," ujar pengamat politik Jakarta, Sugiyanto Emik, kepada
RMOL Jakarta, Kamis (2/6).
"Lampu hijau" dari Mega untuk menduetkan petahana itu cukup jelas. Penanda pertama, Mega hingga saat ini tidak tegas menyikapi banyak kebijakan Ahok yang "membunuh" hak-hak masyarakat lemah atau dalam bahasa PDIP,
wong cilik.
Alih-alih menarik dukungan dari Ahok, DPP PDIP malah secara resmi mengeluarkan surat yang menyatakan tetap mendukung Ahok hingga 2017.
"Termasuk mengenai wacana HMP (Hak Menyatakan Pedapat). Sebenarnya PDIP bisa saja menarik dukungan ke Ahok dan mendorong HMP, tapi itu tidak dilakukan. Penandanya semakin jelas, beberapa hari lalu Mega memanggil Ahok dan Djarot menghadap secara bersamaan. Susah menyebut pertemuan itu tidak terkait Pilkada," urainya.
Menurut Sugianto atau akrab disebut Sgy, jika duet ini teralisasi maka hampir bisa dipastikan akan terjadi konsolidasi partai-partai yang sejak awal tidak mendukung Ahok. Poros ini kemungkinan besar akan diperkuat Partai Gerindra, Demokrat dan PKS.
"Jadi nanti akan terbalik, koalisi gemuk justru dikordinir PDIP. Minus Nasdem dan Hanura yang sudah duluan menyatakan mendukung Ahok, sangat mungkin Golkar, PKB, PPP bergabung dengan poros pendukung Ahok," ungkapnya.
Namun dia mengingatkan akan ada dampak internal jika PDIP mengusung Ahok-Djarot. Meski instruksi Mega berjalan di struktur partai, tetapi akan muncul penolakan dari tingkat akar rumput partai banteng.
"
Wong cilik konstituen PDIP yang menjadi korban kebijakan Ahok pasti menolak," tuntasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: