Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Suap Reklamasi (3-Habis): Dunia Usaha Produser Budaya Suap?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/zainal-bintang-5'>ZAINAL BINTANG</a>
OLEH: ZAINAL BINTANG
  • Selasa, 12 April 2016, 11:04 WIB
Suap Reklamasi (3-Habis): Dunia Usaha Produser Budaya Suap?
zainal bintang/net
OPERASI Tangkap Tangan (OTT) KPK menguak permainan kongkalikong, pejabat publik dan taipan pengembang besar. Lorong panjang yang remang-remang yang dimainkan taipan kelompok "Sembilan Naga" dalam berbisnis, meretas jalan suburnya kejahatan kerah putih berbasis gangster of agreement dengan melibatkan aktor pejabat publik.

Tindakan tegas dan cepat lembaga anti rasuah itu telah menguak layar panggung besar praktek kejahatan suap menyuap. Drama perilaku yang tidak menjunjung moralitas dan hukum menjadi tontonan publik. Yang pasti dunia usaha tercemar limbah suap menyuap. Tercemar aib karena ulah sendiri. Sukar menghindar dari pameo dunia usaha produser budaya suap.

Pertanyaan besarnya: dari mana kelompok "Naga Sembilan" itu memperoleh dana besar untuk mengelola reklamasi Teluk Jakarta yang spektakular itu? Dan bagaimana cara mereka bisa memperoleh lahan dengan gampang? Dengan mudah dapat izin membangun kawasan modern sekalipun di atas lahan sengketa?
Mungkinkah praktik pencucian uang (money laundering) menjadi sumber dana pengembang papan atas itu?

Pertanyaan itu merujuk adanya modus real estate carousel, yang biasa dimainkan pengembang besar yang memilki jaringan finasial global itu melalui pasar saham. Maraknya perusahaan terbuka (tbk) taipan di bidang properti mempermudah menjaring investor. Baik investor asing maupun investor lokal. Modus real estate carousel adalah sebuah tehnik sulap perusahaan properti besar untuk mendulang dana. Yakni dengan menjual suatu properti berkali-kali kepada perusahaan di dalam kelompok yang sama. Pelaku money laundering memiliki sejumlah perusahaan (pemegang saham mayoritas) dalam bentuk real estate. Dari satu ke lain perusahaan.

Dan peranan godaan melalui multi media terutama televisi sangat masif mendulang investor. Di dalam masyarakat maju, properti ternyata bukanlah kebutuhan sebuah pemondokan, akan tetapi properti telah naik kelas menjadi komoditi investasi dengan segala lika liku taktik bisnis akal-akalan.

Ini yang mungkin dapat menjelaskan, mengapa perusahaan pengembang besar jor-joran memacu bisnis properti. Pengembang besar sangat agresif membebaskan lahan; membeli lahan sengketa; membeli sertifikat bodong. Menjalin kerjasama dengan LSM jadi-jadian dan jawara tukang pukul di lokasi lahan bernilai tambang emas.

Selain itu dengan terbongkarnya kasus penyamaran harta kekayan pejabat publik dan konglomerat Indonesia di negara tax haven (surga pajak) dalam Panama Papers, menggelitik kecurigaan masyarakat. Adakah modal besar yang masuk ke Indonesia belakangan ini berasal dari "kampus" Mossac Fonseca?

Ada daftar sekitar 15.600 perusahaan papan nama (paper companies) yang dibuatkan oleh bank untuk klien mereka yang ingin keuangan mereka tersembunyi. Di antara bank tersebut adalah UBS dan HSBC.

"Temuan ini menunjukkan bagaimana dalamnya praktek yang merugikan dan kejahatan di perusahaan-perusahaan yang sengaja didirikan di yuridiksi asing (offshore)," kata Gabriel Zucman, ekonom dari University of California, Berkeley, AS dan penulis buku "The Hidden Wealth of Nations: The Scourge of Tax Havens".

Fenomena ini menjadi pekerjaan rumah besar Presiden Joko Widodo. Keputusan Jokowi untuk memangkas 42.000 regulasi yang kontraproduktif merupakan landasan yang tepat untuk meluruskan ketimpangan manajemen pengelolaan negara yang diwarisinya dari SBY.

Berlandaskan semangat filosofi Tri Sakti, Nawacita dan Revolusi Mental yang menjadi trade mark pemerintahan Jokowi, memantik adanya keyakinan perbaikan pengelolaan ekonomi Indonesia memperoleh panduan yang jelas.

Karena berpegang kepada filosofi yang disebutkan di atas, maka jalan lurus ideologi bangsa menemukan relnya yang benar. "..Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..” (QS.Ar-Ra’d (13):11.)

Seorang tokoh pengarang buku motivasi berkebangsaan Haddington, Skotlandia Samuel Smiles (1812-1904) , melalui karyanya  yang terkenal "the New Thought author Orison Swett  Marden", menegaskan:  "Segala sesuatu itu hendaknya diawali dengan gagasan atau pikiran. Tanamlah gagasan, petiklah tindakan. Tanamlah tindakan, petiklah kebiasaan. Tanamlah kebiasaan, petiklah watak. Tanamlah watak, petiklah nasib."

Pernyataan Samuel Smiles tentang kunci sebuah perubahan, sejatinya  bermula  dengan gagasan dan tindakan. Bukan dengan "diam".**

Baca juga: Suap Reklamasi (1): Kejahatan Kerah Putih Tidak Pernah Mati ;
Suap Reklamasi (2): "Gangster Of Agreement"

Penulis adalah wartawan senior dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA