PILKADA SERENTAK 2015

Kritik Komnas HAM Terhadap Gelaran Pilkada

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Kamis, 10 Desember 2015, 23:54 WIB
Kritik Komnas HAM Terhadap Gelaran Pilkada
Natalius Pigai/net
rmol news logo . Pemilihan (Pemilu dan Pilkada) merupakan hajatan demokrasi terbesar bagi sebuah negara. Makin besar tingkat partisipasi menujukkan makin bersar pula tingkat kesadaran demokrasi.

Dalam ajang demokrasi itu pula, nilai-nilai hak asasi manusia tercandra, hak atas pemilih (right to vote), hak dipilih (right to take apart of) juga pemilihan yang jujur dan adil (free and fair election).

Demikian diungkapkan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Kamis (10/12).

Kemarin (Rabu, 9/12), Indonesia melaksanakan Pilkada serentak gelombang pertama secara aman, damai dan hemat, karena itu patut diapresiasi. Namun di balik suksesnya gelaran itu ada satu hal yang kita lupa, bahwa pemilihan datang dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

"Di lapangkan menunjukkan bahwa Pilkada ini masyarakat sama sekali belum merasakan sebagai ajak demokrasi milik rakyat. Fakta menunjukkan bahwa tingkat partisipasi yang rendah hanya 70 persen lebih rendah dari target Pemerintah yang mencapai 75 persen," ujar Natalius.

Menurutnya, dampak utama rendahnya tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan hasil pantauan lapangan di Sumatera Selatan dan Bengkulu ditunjang oleh berbagai kebijkan KPU itu sendiri. Salah satunya adalah adanya PKPU No. 7/2015 tentang Pembatasan Alat Peraga Kampanye. Peraturan ini justru banyak masyarkat tidak bisa mengenal profil calon khususnya daerah-daerah terpencil, hiruk pikuk Pilkada yang membangkitkan animo masyarakat juga rendah, pendapatan masyarakat yang ditunjang oleh pernak-pernik kampanye yang bersumber dari pengeluaran Pemerintah juga hampir tidak dirasakan.

"Uang besar yang digelontorkan oleh Pemerintah hanya dinikmati oleh sebagian kecil kaum elit kontraktor pemenang tender," papar Natalius.

Oleh karena itu, lanjut dia, Komnas HAM khawatir jika di masa yang akan datang masyarakat akan apatis dan tidak memilih atau akan mengalami tingkat partisipasi pemilih. Semua ini karena Pemberitah tidak mampu menciptakan ruang partisipasi, kreasi, ruang ekonomi yang merupakan urat nadi demokrasi.

"Saya mengusulkan agar pemilu yang akan datang berbagai peraturan yang memperketat partisipasi masyarakat harus ditinjau kembali karena rakyat mendatangi TPS pada saat pemilu tidak hanya memilih si calon pemimpin saja, namun rakyat juga menentukan arah pembangunan untuk lima tahun ke depan di wilayahnya," demikian Natalius. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA