Peneliti Formappi, Tommi A Legowo menjabarkan, setidaknya ada beberapa faktor yang mempengaruhi molornya kinerja DPR dalam fungsi legislasi. Salah satunya tidak tersedia naskah akademik sebelum pembahasan RUU.
"Kemudian, terjadi penugasan yang kurang jelas kepada tenaga ahli, untuk menyelesaikan tugas substansi, sehingga target kerja tidak tercapai," urai Tommi saat memamparkan hasil evaluasi Kinerja DPR di Sekretariat Formappi, Jakarta Pusat, Kamis (21/5).
Di samping itu, Formappi juga menilai DPR cenderung mudah untuk melakukan revisi UU yang hanya berkaitan dengan kepentingan politik, bukan masyarakat. Padahal, revisi tersebut bisa menimbulkan ketidakpastian hukum yang mengancam kestabilan hidup berbangsa
"Ini menunjukkan disorientasi DPR dalam hal legislasi. DPR harusnya berhenti berwacana hal-hal yang tidak perlu, dan kembali berkonsentrasi," tegas Tommi
Diketahui, dalam masa sidang ketiga, DPR memiliki target untuk menyelesaikan delapan RUU yang akan disusun dan dibahas. RUU tersebut terdiri dari tujuh RUU prioritas, dan sATU RUU kumulatif terbuka
Namun dalam pelaksanaannya, RUU yang disusun untuk dibahas bertambah menjadi 12, yang terdiri dari 11 RUU prioritas, dan 1 RUU kumulatif terbuka. Pada kenyataannya, DPR hanya mengesahkan RUU tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) tentang Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bukan sebagai RUU prioritas.
[wid]
BERITA TERKAIT: