Selain itu, musuh utama perjuangan gerakan reformasi 1998 yakni korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) malah makin merajalela.
"Reformasi telah mati, yang diwariskan tinggal kebebasan semu yang ternyata tidak mampu mengangkat hajat hidup rakyat banyak," ujar Jurubicara Jaringan '98 Lampung, Ricky Tamba, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Senin (18/5).
Harga-harga kebutuhan pokok, kata dia, melambung tinggi karena diserahkan ke mekanisme pasar, pendidikan dan kesehatan kunci peningkatan kemakmuran rakyat jadi komoditas mahal, produksi usaha rakyat seperti pertanian sangat dikendalikan mafia dan tengkulak.
Sementara itu, pengangguran dan kriminalitas meningkat hingga pedesaan. Banyak kepala daerah dan anggota legislatif tersangkut kasus korupsi, dan kini ditiru banyak kepala desa korup.
Ricky menegaskan, matinya reformasi disebabkan oleh dua hal, yakni agresi neoliberalisme dan 'ngawurisme' yang menjangkiti mayoritas elite dan aktivis 1998 yang rela menjadi agen penjual bangsa.
"Bagaimana Indonesia maju kalau sumber daya potensial telah diserahkan ke asing melalui liberalisasi ekonomi-politik lewat amandemen UUD 1945 dan penerapan banyak Undang-undang yang melegalisasi agresi kapitalisme internasional hingga pelosok daerah?" paparnya.
"Bagaimana reformasi mau berhasil kalau mayoritas elite dan aktivis 1998 terjangkit 'ngawurisme', rela menjadi agen penjual bangsa, cuek masa' bodoh terhadap nasib mayoritas rakyat miskin, hanya mikirin perutnya sendiri?" kecam dia.
[dem]
BERITA TERKAIT: