"Sementara itu sepanjang tahun ini tercatat petani yang menjadi korban kekerasan dan penganiayaan berjumlah 90 orang, dan 89 orang dikriminalisasi secara hukum," papar Ketua Umum SPI Henry Saragih kepada Kantor Berita Politik
RMOL (Selasa, 16/12).
Menurut dia konflik yang terjadi telah mengusir ribuan kepala keluarga dari lahan pertanian yang mereka pertahankan.
Berdasarkan sebaran wilayah, SPI mencatat sepanjang 2014 sebaran konflik agraria terkonsentrasi di Pulau Sumatera yaitu sebesar 83% dari sekitar 649.973,043 hektar lahan yang diperebutkan. Data ini menunjukkan, Sumatera yang menjadi sentra perkebunan nasional menjadi titik balik dari konflik agraria.
Dikatakan dia, sebanyak 58% konflik agraria yang terjadi ditahun 2014 diperankan oleh pihak swasta baik nasional atau asing. Hal ini membuktikan bahwa pelaksanaan UU Perkebunan No 18/2004 telah memperkuat pihak perusahaan untuk merampas dan mempertahankan tanah-tanah yang dikuasainya dari petani. Dengan UU tersebut perusahaan dapat melakukan pengamanan usaha perkebunan dengan dikordinasikan oleh aparat keamanan dan dapat melibatkan bantuan masyarakat.
"UU ini juga menjadi dasar untuk kriminalisasi petani dan masyarakat adat setiap kali memperjuangkan tanahnya yang bersengketa dengan perusahaan perkebunan," demikian Henry.
[dem]
BERITA TERKAIT: