"Katanya Jokowi bervisi maritim, tapi mengapa tidak menghormati Deklarasi Djuanda. Ini bukti ketidakpahamannya atas perjuangan bangsa ini menjadi sebuah negara kepulauan terbesar dunia," ujar Direktur Indonesia Maritime Institute (IMI), Y. Paonganan, mengutuk keras rencana tersebut.
Pada tanggal 13 Desember 1957 Perdana Menteri Djuanda mendeklarasikan konsep Laut Nusantara. Menurut konsep itu, perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau di dalam wilayah Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya merupakan wilayah NKRI.
Meskipun awalnya mendapat penolakan dunia internasional, tetapi Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tetang Hukum Laut di Montego Bay Jamaica tahun 1982 yang dikenal sebagao United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) memberikan pengakuan pada konsep itu.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan UU 17/1985 dan itu merupakan bentuk pengakuan formal dari dunia terhadap kedaulatan NKRI sebagai negara kepulauan dan mulai berlaku sebagai hukum positif sejak 16 November 1994.
Artinya, butuh 37 tahun Deklarasi Djuanda diakui oleh dunia internasional. Deklarasi Djuanda menjadikan luas perairan NKRI mencapai 3.257.483 kilometer persegi, belum termasuk perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Panjang garis pantai Indonesia mencapai 81.497 kilometer, merupakan garis pantai terpanjang di dunia. Jika ditambah dengan ZEE, maka luas perairan Indonesia sekitar 7,9 juta kilometer persegi atau 81% dari luas wilayah Indonesia.
Berkat Deklarasi Djuanda, laut kini menjadi penghubung antar-bangsa, antar-pulau. Deklarasi Djuanda menegaskan antara darat, laut, dasar laut, udara, dan seluruh kekayaan, semua dalam satu kesatuan wilayah Indonesia. Pada masa Belanda, bahwa yang dimaksud tanah air, hanya tanah dan air yang ada di darat, dan di sepanjang pantai.
Namun, Djuanda melihat jauh ke depan. Dia berani mengumumkan kepada dunia bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian dari wilayah NKRI.
"Rencana Jokowi yang akan mengubah peringatan Hari Nusantara untuk memperingati Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 menunjukkan ketidakpahamannya akan pentinganya hal tersebut. Apa Jokowi tidak tahu bahwa tanpa Deklarasi Djuanda, wilayah NKRI tidak akan seperti saat ini, lautan antara pulau miliki internasional yang segala bangsa punya hak," ujar Paonganan lagi.
"Kita harus memposisikan Deklarasi Djuanda sebagai hari kemerdekaan RI seutuhnya atas kedaulatan wilayah NKRI dalam bingkai wawasan nusantara," sambungnya.
Puncak peringatan Hari Nusantara Tingkat Nasional 2014 di Kabupaten Kotabaru yang semula dijadwalkan 13 Desember 2014 dipastikan ditunda menjadi tanggal 15 Desember 2014.
Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan Abdul Haris Makkie, di Banjarmasin, Selasa mengatakan, penundaan tersebut, disebabkan padatnya agenda kegiatan Presiden RI Joko Widodo, sehingga perlu dilakukan penyesuaian agar beliau dapat tetap hadir di Kabupaten Kotabaru.
"Kehadiran Presiden RI memiliki arti penting bagi Peringatan Hari Nusantara ini, mengingat visi beliau akan membangun potensi kelautan atau kemaritiman untuk mengembalikan kejayaan bangsa," kata Haris Makkie.
[dem]
BERITA TERKAIT: