Tadi siang sekira pukul 13.00 WIB, SBY mendatangi Jokowi di Istana dengan ditemani mantan Mensesneg Sudi Silalahi. Selain masalah Perppu Pilkada yang diterbitkan SBY saat menjabat Presiden, dalam pertemuan kabarnya juga dibahas fenomena perpecahan di tubuh partai politik.
Justru menurut politisi PDIP Beathor Suryadi, hiruk pikuk politik yang terjadi saat ini berawal dari kenetralan sikap SBY dan Demokrat terkait revisi UU Pilkada dan UU MD3. Sikap Demokrat yang tidak menolak kedua revisi UU ini membuat PDIP tidak mendapat jabatan Pimpinan DPR RI sekalipun pada Pileg lalu menjadi partai pemenang. Nasib sama dialami PKB padahal partai green party itu mendapat suara terbesar ke empat.
Selain itu, menurut mantan anggota Komisi Hukum DPR RI ini, ulah politik netral SBY juga membuat PPP dan Golkar terpecah menjadi dua faksi. Parahnya lagi, dua kubu di dua partai tersebut satu bergabung dengan pemerintah satunya lagi memasang kaki di Koalisi Merah Putih.
"Jika saat voting suara tentang revisi UU Pilkada, Partai Demokrat tidak walkout maka kondisi negara, DPR dan partai-partai politik tidak mengalami hal seperti ini," papar Beathor.
"Lantas apakah ini wujud dari politik santun dan netral yang selalu ditonjolkan SBY? Politik netral SBY menyebabkan negara rugi miliaran rupiah karena DPR tidak bekerja," kata Beathor mempertanyakan.
"Jadi, Jokowi harus hati-hati. SBY itu penganut paham Machiavellian," kata Beathor dalam pesan elektorniknya kepada Kantor Berita Politik
RMOL sesaat lalu (Senin, 8/12).
[dem]
BERITA TERKAIT: