Interpelasi BBM Sangat Relevan!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Minggu, 23 November 2014, 20:28 WIB
Interpelasi BBM Sangat Relevan<i>!</i>
bambang soesatyo/net
rmol news logo Wacana penggunaan hak interpelasi DPR terkait kebijakan Presiden Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak terus bergulir. Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI, Bambang Soesatyo mengatakan, DPR sangat relevan mengajukan interpelasi.

Menurut Bamsoet, demikian ia disapa, ada banyak pertanyaan yang mesti dijelaskan pemerintah. Melalui surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi sesaat lalu (Minggu, 23/11), Bamsoet antara lain menyebut hal yang perlu dijelaskan adalah terkait keuntungan lebih dari Rp 100 triliun dari kenaikan harga BBM bersubsidi, dan paket-paket kompensasi untuk rakyat setelah kebijakan itu berlaku.

Berikut penjelasan lengkap Bamsoet;

Lebih dari Rp 100 triliun penghematan yang didapat pemerintahan Presiden Joko Widodo dari kenaikan harga BBM bersubsidi ibarat upeti dari rakyat yang hanya dibarter dengan janji swasembada pangan, pembangunan waduk, dermaga hingga pembangunan jalur kereta api di luar Jawa. Sayangnya, semua janji itu belum tentu terpenuhi karena rakyat tidak mendapatkan akses untuk menentang atau bertanya, penggunaan hak interpelasi oleh DPR menjadi sangat relevan.
 
Hampir pasti bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi tahun 2014 ini akan memperbesar jumlah warga miskin. Inilah ironi yang harus diterima. Alih-alih mempercepat pengentasan kemiskinan, pemerintah baru malah merancang kebijakan yang akan berdampak pada bertambahnya jumlah warga miskin dalam dua-tiga tahun ke depan.
 
Pengalaman mengajarkan bahwa kenaikan harga BBM akan selalu diikuti dengan naiknya harga barang dan jasa, utamanya harga komoditi kebutuhan pokok serta tarif jasa angkutan penumpang. Kalau tidak direspons dengan kenaikan gaji atau upah, akibat ikutannya adalah melemahnya daya beli sebagian besar rakyat.
 
Artinya, kenaikan harga BBM bersubsidi tidak hanya menyengsarakan warga miskin. Keluarga berpenghasilan pas-pasan pun akan menerima dampak negatifnya. Perlahan, mereka bisa terdorong masuk dalam kelompok warga hampir miskin.
 
Memang, untuk melindungi warga miskin dari dampak negatif kenaikan harga BBM, Presiden Jokowi coba menangkalnya dengan Kartu keluarga Sejahtera (KKS). Pertanyaannya, setimpalkah daya KKS  melawan arus kuat kenaikan harga barang dan jasa?
 
Pertanyaan berikutnya, siapa yang akan menyelamatkan kelompok keluarga berpenghasilan pas-pasan itu? Mereka ini adalah pekerja informal, yang karena terdesak oleh keadaan, bersedia menerima upah di bawah UMR. Kelompok masyarakat seperti ini bisa saja tidak terdata dalam program KKS itu.

Dengan demikian, opsi DPR menggunakan hak intepelasi menjadi relevan. Menaikkan harga BBM bersubsidi untuk memulihkan kekuatan APBN adalah cermin pemerintahan yang tidak kreatif dan malas. Sebab, di hadapan pemerintah sesungguhnya masih tersedia sejumlah pilihan untuk memperbesar ruang fiskal di APBN. Antara lain bersumber dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
 
Dengan ekstensifikasi dan penegakan hukum, pemerintah masih berpeluang besar meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Potensi penerimaan negara dari pos PNBP pun masih sangat besar jika dikelola dengan efektif. Jika pemerintah mau bekerja lebih keras membenahi dua pos penerimaan ini, rasanya pemerintahan Jokowi tak perlu menuntut pengorbanan berlebih dari rakyat. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA