Romahurmuzy: Penetapan PTUN Belum Final

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Senin, 10 November 2014, 05:30 WIB
Romahurmuzy: Penetapan PTUN Belum Final
Romahurmuzy/net
rmol news logo . Ketua Umum PPP versi Muktamar Surabaya M Romahurmuzy (Romy) mengatakan penetapan PTUN jauh dari apa yang disebut sebagai putusan final.

Sabtu kemarin (8/11) Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan yang dilayangkan kuasa hukum PPP kubu Suryadharma Ali dan Djan Faridz untuk menunda pelaksanaan keputusan Menkumham. Dengan begitu, keputusan No M.HH-07.AH.11.01/2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP PPP kubu Romy belum dapat dilaksanakan.

"Itu penetapan PTUN bukan putusan," ujar Romy dalam rilisnya, Senin (10/11).

Menurutnya, penetapan PTUN adalah instrumen yang diatur dalam Pasal 67 Ayat (2) UU 5/1986 tentang PTUN yang boleh dijalankan dan boleh tidak dijalankan oleh tergugat, dalam hal ini Menkumham.

Amar kedua penetapan PTUN dituliskan: 'memerintahkan kepada tergugat'. "Ini sama dengan kita memerintahkan kepada anak kita semisal: 'Tutup pintu!' Maka jelas pintu belum tertutup sampai anak kita menjalankan perintah kita menutupnya. Sepanjang Menkumham belum menerbitkan penundaan, maka DPP PPP adalah tetap hasil Muktamar VIII PPP di Surabaya," sebut Romy.

Tertulis berikutnya dalam amar: 'menunda pelaksanaan SK'. "Jadi Penetapan ini bukan 'menunda keberlakuan SK'. Pelaksanaan apa yang ditunda? Karena SK Menkumham tentang Perubahan Susunan Pengurus tidak lagi membutuhkan pelaksanaan mengingat sifat SK Menkumham yang konstitutif, yaitu menimbulkan keadaan hukum baru. Dari semula DPP PPP adalah hasil Muktamar Bandung 2011 menjadi hasil Muktamar Surabaya 2014," terangnya.

Karenanya 'menunda pelaksanaan' akan terkait dengan amar ketiga yang berbunyi: 'Tidak melakukan tindakan pejabat TUN lainnya yang berhubungan dengan obyek sengketa'.

"Amar ketiga ini menegaskan bahwa SK Menkumham tetap berlaku, namun tak boleh diubah lagi sampai putusan bersifat tetap," ujar Romy.

Selanjutnya di amar ketiga: 'termasuk penerbitan surat keputusan TUN yang baru menegenai hal yang sama'. Karenanya seluruh hasil Muktamar Jakarta juga tidak bisa diproses pendaftarannya. "Penetapan penundaan, pada dasarnya adalah skorsing atau menunda daya berlaku SK Menkumham. Namun jika sifatnya condemnatoir atau perintah, dia terhitung efektif hanya jika Menkumham menjalankannya," imbuhnya.

Menteri, sambung Romy, atas pertimbangkan Pasal 64 Ayat (4) huruf b UU 5/1986 tentang PTUN yang berbunyi: 'Permohonan penundaan tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut'; dan pertimbangkan Pasal 53 Ayat (2) huruf b UU 5/1986 tentang Asas Umum Pemerintahan yang Baik, asas pertama yaitu asas kepastian hukum; dapat tidak melaksanakan Penetapan PTUN. Jika yg dimaksud PTUN adalah 'ditunda keberlakuan SK Menkumham' maka tidak ada DPP PPP per 6 November 2014 dan itu bertentangan dengan asas kepastian hukum.

"Dengan demikian yang dimaksud PTUN adalah 'menunda pelaksanaan' yaitu putusan lanjutan bilamana ada atas SK Menkumham tanggal 28 Oktober," kata Romy.

Pasal 116 Ayat 3 UU 51/2009 tentang Perubahan Kedua atas PTUN memastikan bahwa Menteri memiliki waktu 90 hari untuk mempertimbangkan perlunya dijalankan atau tidaknya. Mendesak-desaknya, sambung Romiy hanya menunjukkan kita tidak paham undang-undang.

"Kesimpulan, SK Menkumham soal Muktamar Surabaya tetap berlaku dan memili kekuatan hukum yang mengikat," tandasnya. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA