"Kalau perlu, setiap ada Pilkada, KPK diminta ikut mengawasi secara langsung. Calon kepala daerah dan anggota DPRD diawasi sebelum, pada saat, dan setelah pemilihan. Kalau diawasi secara serius, tentu anggota-anggota DPRD yang akan memilih tidak akan berani main-main," kata Ketua DPP Partai Amanat Nasional, Saleh Partaonan Daulay, Minggu (14/9).
Dengan kewenangannya untuk melakukan penyadapan, menurut dia, KPK akan mudah melakukan pengawasan. Pengawasannya pun dinilai tidak terlalu sulit mengingat anggota-anggota DPRD di kabupaten/kota jumlahnya hanya berkisar antara 20-45 orang. Untuk provinsi-provinsi yang jumlah anggota DPRD-nya lebih banyak, KPK dapat melipatgandakan jumlah personil yang mengawasi.
"Saya tidak setuju bila disebut Pilkada lewat DPRD akan mengembalikan era Orde Baru. Di zaman Orde Baru, pemilihan anggota legislatifnya belum dilaksanakan sesuai prinsip jurdil, sekarang sudah jurdil dan sangat demokratis. Dulu belum ada UU Tipikor dan KPK, sekarang sudah banyak pejabat negara yang dijadikan tersangka dan dijatuhi hukuman. Dulu, calon-calon kepala daerah ditentukan secara sentralistik, sekarang sudah sangat akomodatif dan aspiratif," paparnya membandingkan.
Selain itu, lanjut dia, di masa Orde Baru, partisipasi media dan masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan demokrasi hampir tidak ada. Sekarang, masyarakat dan media semua bisa ikut mengawasi. Bahkan tidak jarang, pelaksanaan pesta demokrasi disiarkan secara langsung oleh berbagai stasiun TV. Banyak pelanggaran yang terjadi justru terungkap karena pengaduan dan pengawasan yang dilakukan oleh media.
Karena itu, ia memandang Pilkada oleh DPRD sangat tepat untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam mengurangi biaya demokrasi yang cukup mahal. Sistem ini juga dinilai dapat mengurangi
political cost yang selama ini membebani calon-calon kepala daerah. Dengan begitu, ketika terpilih mereka diharapkan dapat lebih fokus mengurus pembangunan di daerahnya masing-masing.
[wid]
BERITA TERKAIT: