Elza mengatakan, kenyataannya banyak kejanggalan yang terjadi dalam proses pilpres di Papua. Salah satunya ada dua distrik yang diputuskan dianulir.
"Ini mengartikan ada masalah," kata Elza.
KPU membantah tudingan bahwa tidak ada proses pemilihan di sejumlah desa di Papua. Namun, Elza memberikan penjelasan bahwa hal ini tidak dilaporkan ke pusat karena sudah lebih dari sebulan sejak Pilpres 2014.
"Kenapa mereka membantah? karena sudah lebih dari sebulan dan mereka tidak pernah melaporkan ke pusat, sehingga menjadikan kondisi dilematis karena waktu yang sudah terlalu lama disembunyikan," kata Elza.
Salah satu saksi, Ketua KPU Kabupaten Paniai, Hamnawifa mengakui tidak ada pemungutan suara Pilpres pada 9 Juli 2014 di Kampung Awabutu, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Papua."Ditarik ke Distrik Paniai Timur, jadi masyarakat Awabutu melaksanakan di distrik," kata Hamnawifa saat bersaksi dalam sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, kemarin (Rabu, 13/8).
Menanggapi hal tersebut Elza mengatakan bahwa TPS harusnya dilaksanakan tidak boleh jauh dari domisili pemilih, apalagi kepindahan tidak diketahui oleh masyarakat pemilih. Sementara pada sidang sebelumnya, Novela Nawipa yang merupakan saksi yang diajukan pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengungkapkan tidak ada pemungutan suara di Kampung Awabutu, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Papua.
Elza mengingatkan agar jangan merendahkan masyarakat Papua yang dianggap tidak mengerti akan proses pemilihan presiden. Papua sudah bergabung dengan Indonesia selama 69 tahun dan sudah lama mengikuti pilpres.
"Jangan merendahkan masyarakat Papua untuk menutupi kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh pihak KPU," katanya.
Karenanya menurut Elza Syarief, hasil Pilpres 2014 cacat sehingga tinggal keberanian hakim untuk memutuskan diskualifikasi atau Pemungutan Suara Ulang (PSU) secara nasional.
[dem]
BERITA TERKAIT: