Gugatan Hukum ke Jokowi Mungkin Lemah, Tapi Sanksi Politiknya Kuat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 17 Maret 2014, 13:36 WIB
Gugatan Hukum ke Jokowi Mungkin Lemah, Tapi Sanksi Politiknya Kuat
jook widodo/net
rmol news logo Masih banyak tantangan untuk Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, yang sudah menetapakan diri maju ke pencalonan sebagai Presiden RI 2014-2019.

Salah satu yang mungkin cukup mudah untuk dihadapi Jokowi adalah persoalan administrasi perizinan ke presiden.

"Kelak, kalau mendaftar sebagai Capres ke KPU ia mesti dapatkan izin dari presiden. Kalau Jokowi tidak dapatkan izin, maka dia akan gagal. Tapi apakah presiden berani menolak?" ujar pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, kepada Rakyat Merdeka Online, Senin (17/3).
 
Jika Presiden SBY tidak mengizinkan Jokowi untuk maju sebagai capres, maka Jokowi harus mundur dari jabatannya di Jakarta, dan itu tidak memerlukan izin siapapun. Tetapi, kalau presiden mengizinkan maka Jokowi hanya perlu ajukan cuti panjang.

"Kalau dia cuti kampanye pilpres, dia akan bisa menjadi gubernur lagi jika tidak terpilih di pemilihan umum. Soal lamanya cuti tidak ada pengaturan secara spesifik," ujarnya.

Tantangan lebih berat adalah dalam persoalan tagihan komitmennya untuk menjabat gubernur dan membenahi Jakarta selama satu masa jabatan (lima tahun).

Margarito mengomentari langkah beberapa pihak yang mengancam akan melayangkan gugatan hukum ke pangadilan atau berbentuk somasi kepada PDIP dan Jokowi. Para pihak itu kecewa pada Jokowi dan PDIP yang melupakan janji semasa kampanye Pemilihan Gubernur Jakarta tahun 2012. Menurut dia, tidak ada contoh kasus dalam hal ini.

"Tidak ada presedennya, tidak ada contoh kasus sama sekali. Maka itu sangat tergantung pada penilaian hakim jika dibawa ke pengadilan. Apakah hakim tafsirkan bahwa janji Jokowi kepada rakyat Jakarta sebagai perbuatan hukum?" katanya.

"Kan, harus ada kesepakatan dua belah pihak. Apakah dengan dia menyatakan janji-janji di atas panggung kampanye itu bisa ditafsirkan sebagi janji dalam hukum perdata?" tambah Margarito.

Karena itu, Margarito menganggap gugatan hukum kepada Jokowi dan PDIP akan lemah. Justru, yang dia khawatirkan adalah "hukuman" yang lebih berat dan itu berasal dari rakyat Jakarta dan seluruh Indonesia.

"Dalam hukum gugatan itu lemah. Menurut saya, kan lazimnya itu seorang yang ingkar janji itu dihukum secara politik. Yaitu, dengan cara tidak memilihnya dalam sebuah kompetisi politik," ujarnya. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA