CENTURYGATE

Siapa Bilang Boediono Tidak Bisa Diadili di Pengadilan Tipikor?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 17 Maret 2014, 12:40 WIB
Siapa Bilang Boediono Tidak Bisa Diadili di Pengadilan Tipikor?
boediono/net
rmol news logo Kasus Bank Century akan memberikan pelajaran penting bagi dunia hukum maupun konstitusi Indonesia. Pelajaran utama adalah, apakah Wakil Presiden RI, Boediono, bisa diadili di Pengadilan Tipikor?

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, pernah mengatakan, Boediono sebagai Wapres tidak bisa diadili di Pengadilan Tipikor, tetapi harus di peradilan Mahkamah Konstitusi. Hukuman tertinggi MK adalah pemberhentian, bukan pidana. Pemberhentian itu pun panjang prosesnya.

Pendapat itu diluruskan oleh doktor hukum tata negara, Margarito Kamis. Menurut ahli hukum asal Ternate itu, Wakil Presiden Boediono yang sekarang sudah disidik dalam konteks penyidikan Budi Mulya bisa diadili sebagai tersangka di Pengadilan Tipikor.

"Kita tidak gunakan lagi Forum Privilegiatum, sebuah pengadilan yang dikhususkan bagi para orang spesial di republik ini. Tidak ada lagi seperti itu dan beda dengan UUD Sementara 1950," tegas Margarito saat diwawancara Rakyat Merdeka Online, Senin (17/3).

Di UUD 45, tegas Margarito, peradilan pidana berlaku sama kepada siapapun. Sedangkan di Mahkamah Konstitusi atau MK, tidak bisa menghukum orang dengan pasal pidana dan juga tidak ada mekanisme peradilan kriminal. MK bukan part of criminal justice system. MK hanya bisa memberhentikan Boediono sebagai Wakil Presiden.

"Jadi Boediono bisa diadili di peradilan Tipikor untuk pidananya," tegas dia.

"Kalau peradilan di MK butuh pendapat DPR, kalau terbukti di MK lalu jadi dasar untuk sidang MPR yaitu sidang impeachment. Akhirnya adalah pemberhentian atau tidak pemberhentian Wapres. Sementara peradilan pidana itu akhirnya adalah Anda dipenjara atau tidak dipenjara," terangnya lagi.

Dia pun mengatakan, mungkin saja peradilan konstitusional dan pidana itu bisa jalan berbarengan. Tapi dalam konteks keadaan politik Indonesia sekarang, Margarito menyatakan hal itu hampir tak mungkin.

"Sidang menuju pemakzulan itu bisa enam bulan lamanya. Sementara enam bulan lagi kita sudah ganti pemerintahan lewat pemilu presiden. Lebih baik kita tunggu peradilan pidananya barulah kita bicara sebaiknya bagaimana dengan Boediono," kata dia. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA