Sampai sekarang, polemik ini masih bergulir dan diributkan orang-orang parpol yang pro dan kontra. Ada pula parpol yang tidak bersikap tegas atas rencana itu, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Ketua-bersama Pusat Studi Antikorupsi dan Good Governance (PSAK)
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Theofransus Litaay, berpendapat bahwa jika alokasi dana saksi parpol tidak diatur dalam UU APBN 2014 maka kebijakan tersebut akan menimbulkan kerugian atas keuangan negara.
"Selain itu, memperkaya pihak lain yaitu parpol dan merupakan penyalahgunaan kekuasaan akibat pelanggaran hukum dan
ultra vires (keputusan pejabat melebihi kewenangan yang dimilikinya)," kata Theo lewat pernyataan tertulis kepada
Rakyat Merdeka Online, Sabtu (1/2).
Dengan melihat dampak itu, sehingga menurut Theo, terpenuhilah unsur korupsi.
Dosen peneliti ini menambahkan, masalah masih tetap muncul meskipun telah diatur di dalam APBN 2014, karena akan menjadi pelanggaran asas-asas pemerintahan yang baik. Khususnya, asas motivasi dari penyusunan kebijakan (motiverings beginsel), asas kepatutan dan larangan bertindak sewenang-wenang (redelijkheids beginsel of verbod van wilkeur).
"Pelanggaran asas pemerintahan yang baik merupakan satu bentuk pelanggaran yang menyebabkan munculnya korupsi," tutup Theo.
[ald]
BERITA TERKAIT: