Ironis, Tinggal Presiden dan Wapres yang Belum Ditangkap KPK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Sabtu, 18 Januari 2014, 21:46 WIB
Ironis, Tinggal Presiden dan Wapres yang Belum Ditangkap KPK
rizal ramli/net
rmol news logo Tingkat pertumbuhan korupsi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini sungguh mengerikan. Bila sebelumnya hanya 30 persen, saat ini naik 15 persen menjadi 45 persen.

"Karena itu saya pernah ucapkan selamat kepada SBY atas prestasi meningkatkan angka korupsi ini," jelas mantan Menko Perekonomian DR. Rizal Ramli dalam acara diskusi "Mencari Pemimpin Beneran, Popularitas Vs Kapabilitas" di Cafe Jus Kuphi, Medan, petang tadi (Sabtu, 17/1).

Selain Rizal, juga hadir dua peserta Konvensi Capres Rakyat, Isran Noor (Bupati Kutai Timur) dan Sofyan Saury Siregar (Rektor Islamic University of Europe Rotterdam, Belanda).

Melihat tingginya pertumbuhan angka korupsi itu, tidak heran banyak pejabat yang ditangkap dan saat ini mendekam di rumah tahanan KPK. Dalam amatan Rizal, para tersangka itu sudah bisa membentuk pemerintahan KPK. Karena para pejabat yang tersangkut korupsi itu ada bupati, gubernur, hakim, MK, jaksa, tentara, polisi, anggota DPR, dan pengusaha.

"Jadi sudah lengkap. Tinggal Presiden dan Wakil Presiden yang belum (ditangkap KPK)," sindir Rizal, yang langsung disambut tepuk tangan dan tawa para hadirin yang memenuhi cafe tersebut.

Meski begitu, Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) ini optimistis tindak pidana korupsi bisa diberantas. Syaratnya, orang-orang yang punya keberanian dan integritas diberi peran lebih besar lagi. Misalnya, Hakim Agung Artidjo Alkostar.

"Artidjo itu berani melawan arus, disogok nggak bisa. Kedua, hukum harus adil, sama buat semua. Selama ini hanya keras buat rakyat, untuk elit lunak," ungkapnya.

Selain itu, harus ada perubahan sistem. Selama ini banyak pejabat seperti bupati, gubernur, dan anggota DPR tersangkut kasus korupsi karena mereka terjebak dalam sistem demokrasi kriminal. Para politikus di DPR bekerja sama dengan pemerintah menggasak uang negara bahkan mulai dari tingkat perencanaan. Alasannya, demokrasi sangat mahal, sehingga butuh dana untuk menghidupi partai dan memenangkan Pemilu.

"Ini sistem yang nggak benar. Kita harus ubah sistem pembiayaan parpol. Parpol dibiayai negara. Biar nggak nyolong di DPR. Tugas parpol tinggal melakukan kaderisasi. Cari kader yang kompeten, yang berintegritas," beber Rizal.

Saat ini, sambungnya, banyak anak-anak muda potensial maju pada pemilihan umum legislatif. Namun, mereka umumnya hanya menjadi ICMI alias Ikatan Caleg Miskin Indonesia, sangat berat untuk bisa terpilih. "Karena kalau mau menang, harus ada Rp2-Rp3 miliar. Kami bertekad memberantas korupsi ini," imbuhnya.

Untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi ini, Rizal memang sudah teruji. Rizal pernah menjadi Kepala Bulog, yang pada waktu itu merupakan lembaga terkorup kedua, setelah Pertamina. Dia juga pernah menjadi Menteri Keuangan yang menandatangani atau mengesahkan anggaran ratusan triliun. "Kami membuktikan tidak korupsi," demikian Rizal. [ian]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA