Sebagai aktivis sekaligus pelaku sejarah yang berada di lapangan kala itu, Ketua Umum Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), Masinton Pasaribu, masih ingat betul bagaimana kekejaman aparat militer membunuh 15 orang dalam barisan aksi damai mahasiswa dan rakyat. Tujuh orang korban adalah mahasiswa dan delapan korban lainnya warga umum yang bersimpati terhadap gerakan mahasiswa yang mendesak perjuangan reformasi total berupa "Pengadilan terhadap Presiden Soeharto dan Kroninya, Hapuskan Dwi Fungsi ABRI, dan Pemerintahan Transisi".
Komnas HAM menyimpulkan telah terjadi Pelanggaran HAM Berat dalam Tragedi Semanggi. Namun hingga kini, 15 tahun berjalan belum ada penyelesaian hukum yang adil atas peristiwa ini. Kejaksaan Agung menolak melanjutkan kasus ini ke tingkat penyidikan dengan alasan rekomendasi Pansus DPR yang menyatakan Tragedi Semanggi I bukan merupakan Pelanggaran HAM Berat.
"Perlu ada penegakan hukum HAM yang progresif agar penuntasan kasus Tragedi Semanggi I tidak berlarut-larut dan nyaris terlupakan," tegas Masinton yang kini menjadi caleg PDI Perjuangan untuk DPR RI dari Dapil Jakarta 2.
Menurut dia, akibat lemahnya komitmen penegakan hukum dan HAM maka pejabat militer maupun sipil yang seharusnya bertanggung jawab justru berani mencalonkan diri sebagai calon presiden, seperti Calon Presiden dari Partai Hanura Jenderal (Purn) Wiranto dan mantan Panglima Kostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto.
"Wiranto yang saat itu menjabat Panglima ABRI adalah pejabat militer yang bertanggung jawab dalam Tragedi Semanggi I. Begitupun dengan Prabowo Subianto yang terlibat dalam kasus penculikan aktivis pro demokrasi, serta kerusuhan 12-13 Mei 1998," tegasnya lagi.
Masinton menegaskan bahwa Tragedi Semanggi I-II dan Tragedi Trisakti adalah utang sejarah reformasi yang harus dilunasi.
"Dalang yang memerintahkan penembakan aksi mahasiswa di Semanggi dan Trisakti harus diadili di Pengadilan HAM," tandas eks aktivis Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi ini.
[ald]
BERITA TERKAIT: