"Kita siap mendukung Bang Rizal Ramli. Ke depan Indonesia memerlukan presiden yang memiliki keberpihakan kepada bangsa dan rakyat secara jelas. Ini diperlukan agar kita tidak kembali mengalami masa-masa seperti tahun 1998," kata Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam diskusi ekonomi terbatas di komplek Senayan, Rabu (3/7).
"Kita sama-sama mengkritisi keadaan pasca reformasi yang ternyata tidak membawa perubahan bagi kesejahteraan rakyat. Masukan-masukan yang diberikan bang Rizal tadi sangat bagus dan sangat bermanfaat bagi kami di DPD," sambung dia.
Diskusi menghadirkan ekonom senior dan juga Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Rizal Ramli. Selain itu, sejumlah ekonom yang diundang adalah guru besar IPB dan ekonom INDEF Bustanul Arifin, ekonom UI Faisal Basri, ekonom UGM Sri Adiningsih, dan pengamat keuangan Roy Sembel.
Secara terpisah, dukungan secara terbuka juga datang dari Juniwati T Masjchun, anggota DPD RI dari provinsi Jambi. Pada Dialog Kenegaraan bertema "Meredam Gejolak Harga Sembako Jelang Ramadhan," dia menyatakan Indonesia memerlukan presiden yang berani dan tegas dalam garis kebijakan ekonominya. Tidak boleh lagi seorang presiden dan para pembantunya menerbitkan peraturan yang hanya menguntungkan kelompok pemilik modal dan justru merugikan sebagain besar rakyat Indonesia.
"Saya baru tahu dan baru kenal dengan bapak di sebelah saya ini (Rizal Ramli). Tapi apa yang dipaparkan beliau tadi, benar-benar membuka mata saya, bahwa Pak Rizal memang cocok menjadi presiden Indonesia pada 2014. Walau menjadi pejabat yang cukup singkat, track record beliau menunjukkan kebijakan ekonominya mengacu pada pada konstitusi yang bertujuan mensejahterakan seluruh rakyat," ungkapnya.
Rizal Ramli berpendapat kebijakan ekonomi yang dikembangkan pemerintah sekarang sudah bergeser terlalu ke kanan. Sistem ekonomi neolib yang menyerahkan segala sesuatunya pada mekanisme pasar, benar-benar telah menjauhkan Indonesia dari ekonomi konstitusi. Bukan cuma ekonomi menjadi sangat liberal, tapi pendidikan dan kesehatan pun menjadi sangat mahal dan tidak terjangkau sebagian besar rakyat.
Menurut Capres paling reformis versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini, Indonesia harus mengembalikan pembangunan ekonomi ke tengah. Pancasila dan Undang Undang 1945 telah menetapkan garis ekonomi secara jelas, bukan komunisme bukan kapitalisme. Namun rezim yang berkuasa telah menarik kebijakan ekonomi terlalu ke kanan, sehingga menumbuhkan kapitalisme tanpa batas. Akibatnya, kesejahteraan semakin timpang dan kehidupan sebagian besar rakyat justru makin terpuruk.
Sepanjang sembilan tahun rezim sekarang berkuasa, lanjut dia, kekayaan alam yang berlimpah tidak mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahkan yang terjadi justru makin lebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan si miskin. Belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia modern, jarak antara yang kaya dan miskin selebar saat ini.
"Yang perlu dilakukan sekarang adalah kembali ke sistem ekonomi Panca Sila dan UUD 1945. Selanjutnya kita susun Undang undang dan berbagai peraturan pelaksanaannya yang berpihak pada upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Banyak undang undang yang disusun berdasarkan pesanan lembaga internasional. Tidak mengherankan bila mereka bisa menguasai sumber daya alam yang justru merugikan bangsa dan rakyat Indonesia," tukas Capres alternatif versi The President Centre yang di kalangan Nahdiyin akrab disapa Gus Romli ini.
[dem]
BERITA TERKAIT: