Begitu disampaikan Ketua Setara Institute, Hendardi, dalam pesan elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Rabu (8/5). Dia mengatakan, dalam perspektif hukum internasional, pembukaan kantor OPM di Oxford tidak akan berimplikasi apapun karena mereka bukanlah subyek hukum internasional yang memiliki hak dan bargaining kokoh di dunia internasional.
"Aktivitas pegiat OPM di Inggris, Belanda, dan beberapa negara lainnya, sebenarnya tidak lebih kumpulan warga Papua dan simpatisannya yang menaruh keprihatinan sama terhadap kondisi Papua. Saat ini, tidak ada kekuatan nyata di Papua yang memperjuangkan pemisahan Papua dari NKRI," kata dia
Namun demikian, kata Hendardi, langkah Kementerian Luar Negeri untuk memastikan tidak adanya intervensi dari Inggris tetap diperlukan.
Dikatakannya, langkah pemerintah sudah tepat dan harus terus dimonitor untuk memastikan aktivitas para pegiat OPM tidak semakin destruktif bagi terwujudnya dialog Jakarta-Papua.
"Isu Papua adalah isu ketidakadilan,
mismanagement tata kelola pemerintahan, dan belum adanya langkah progresif pemerintah pusat mengatasi segenap permasalahan di Papua," imbuhnya.
Lebih lanjut Hendardi mengatakan, pembukaan kantor OPM di Oxford akan merusak upaya-upaya dialog yang selama ini digagas untuk merumuskan penyelesaian persoalan di Papua. Hal lain yang jauh lebih utama adalah pemerintah Indonesia harus menunjukkan keseriusan dalam menyikapi tuntutan sebagian besar aspirasi masyarakat Papua.
"Segera atasi persoalan ketidakadilan, penyelesaian pelanggaran HAM, dan akselerasi pembangunan di segala bidang di Papua," imbau dia.
[dem]
BERITA TERKAIT: