Apa benar besok, 25 Maret 2013, terjadi kudeta? Apa ada latihan bersenjata? Apa ada propaganda ilegal yang masif dalam jumlah besar untuk pengkondisian kudeta? Apa ada barak-barak dibangun? Apa ada serangan-serangan bersenjata sebagai
open war? Apa ada aliran uang dalam jumlah besar untuk membeli senjata api, peluru, granat, ransum dan lain-lainnya?
"Jika jawaban pertanyaan itu semua tidak ada maka bisa dipastikan kudeta hanya imajinasi SBY," kata Sekjen Perhimpunan Nasional Aktivis (PENA) 98, Adian Napitupulu, dalam keterangannya, Minggu (24/3).
Menurut Adian, ada dua kemungkinan kenapa SBY berimajinasi seperti itu? Pertama ada ketakutan luar biasa dalam diri SBY yang membuat tiap hari bermimpi, berhalusinasi atau berimajinasi seolah ada "hantu" yang mengejarnya. Dan jika hal ini jadi penyebab maka yang bisa memberi solusi hanyalah psikiater.
Kemungkinan kedua, SBY berimajinasi karena suplai laporan terus menerus pagi siang malam yang isinya melulu tentang rencana kudeta. Laporan yang membuat SBY percaya tentu bukan berdasararkan SMS yang dikirim seorang
cleaning service, melainkan atas laporan dari orang-orang kepercayaan yang punya akses kuat dan langsung kepada dirinya. Siapa yang membuat SBY bisa percaya terhadap laporan kudeta?
"Kemungkinan pertama adalah para penasihat SBY. Kemungkinan ke dua para staf khusus SBY. Ketiga adalah menteri terkait seperti Menhan dan Menkopolhukham dan terakhir, istansi terkait yakni BIN, Kapolri, BAKIN, dan Panglima TNI," duga Adian.
Jika 25 Maret tidak ada gerakan yang dapat dikategorikan kudeta, maka SBY harus segera periksa apa motif laporan tersebut. Apakah motifnya untuk mencari rezeki di akhir jabatan SBY karena anggaran bencana kudeta kabarnya lebih besar dari anggaran bencana alam dan bailout Century?
"Baiknya SBY memberi sanksi tegas kepada para pelapor yang sukses "mengkudeta" citra dan mempermalukan dirinya sebagai alumnus West Point, juga sebagai Presiden serta Panglima Tertinggi Angkatan Bersejata di hadapan rakyat dan dunia internasional," demikian Adian.
[dem]
BERITA TERKAIT: