"Penertiban ini mencerminkan hilangnya jaminan keamanan dan perlindungan pemerintah kabupaten Bekasi terhadap kelompok-kelompok minoritas agama di kabupaten Bekasi," ujar Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, Kamis malam (21/3).
Dia mengatakan, instruksi Bupati menertibkan bangunan yang digunakan jemaat HKBP Setu untuk ibadah merupakan buah keberhasilan desakan kelompok intoleran. Selain itu insiden buruk tersebut membuktikan bahwa kebijakan mekanisme pendirian rumah ibadah hanya untuk meradikalisasi minoritas di Kabupaten Bekasi.
Padahal persoalan sebenarnya adalah ketidakmampuan Pemda dan pemangku kebijakan lokal lainnya serta aparat kepolisian di Kabupaten Bekasi untuk melindungi warganya, termasuk kelompok minoritas dari tekanan kelompok intoleran.
"Kami memandang peristiwa perobohan paksa Gereja HKBP Setu menegasikan absennya peran Pemda Kabupaten Bekasi dalam mewujudkan kerukunan warganya," imbuh Bonar.
Bonar menambahkan, sikap serupa juga dipertontonkan pemerintah pusat. Padahal urusan agama merupakan bagian kewenangan yang melekat pada pemerintah pusat. Peristiwa perobohan Gereja HKBP Setu semakin memperjelas posisi komitmen negara dalam merawat keberagaman sekaligus mengokohkan predikat Indonesia termasuk negara yang sering terjadi tindakan intoleran.
"Bantahan-bantahan dan klaim yang selalu disampaikan oleh penyelenggaranegara di Indonesia, terutama presiden SBY, baik dalam forum nasional dan internasional menjadi boomerang dan menciptakan keraguan dan ketidakpercayaan publik pada level nasional dan internasional terhadap pemerintah Indonesia," demikian Bonar mengingatkan.
[dem]
BERITA TERKAIT: