Hal itu disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi, Petrus Selestinus. Menurut dia, indikatornya adalah parpol-parpol yang lolos verifikasi administrasi namun tidak lolos verifikasi faktual.
Bila parpol tersebut lolos verifikasi administrasi maka secara formal parpol-parpol tersebut sudah menyerahkan data administrasi parpol 100 persen di provinsi, 75 persen di kabupaten/kota dan 50 persen di kecamatan.
Namun, yang mengherankan ketika verifikasi faktual dilakukan, ternyata hasilnya tidak sesuai. Sehingga parpol-parpol tersebut tidak lolos verfikasi faktual.
"Berarti, dokumen administrasinya fiktif dan palsu," tegas dia dalam penjelasan kepada wartawan, Rabu (9/1).
Dari 34 parpol yang mengikuti tahapan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual, hanya 10 parpol yang lolos.
Untuk pertanggungjawaban tersebut, KPU tidak cukup dengan hanya menggugurkan parpol tersebut. Tetapi, para ketua umum parpol dan sekjennya harus dimintai pertanggungjawaban pidana karena telah menyerahkan dokumen fiktif dan membuat KPU memverifikasi dokumen palsu, yang berdampak pada merugikan keuangan negara.
"Ini bagian dari pembelajaran untuk meningkatkan kualitas Pemilu di masa yang akan datang," ujar dia.
[ald]
BERITA TERKAIT: